TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana Tugas Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman Nurcahyadi Suparman mengatakan kasus jual beli jabatan yang menyeret Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari bersama suaminya, anggota DPR Fraksi Partai NasDem Hasan Aminuddin karena ada celah di Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Apartur Sipil Negara (ASN).
"Berkaca pada UU ASN, kewenangan pejabat pembina kepegawaian ini benar-benar dimanfaatkan untuk menjual pengaruh mereka ke daerah," kata Armand, sapaan akrab Herman N. Suparman, dalam diskusi publik bertajuk Krisis Kepemimpinan Daerah di Tengah Pandemi COVID-19 di Jakarta, Kamis.
Puput dan Hasan menjual pengaruh jabatan sebagai Bupati Probolinggo untuk mengisi beberapa jabatan kepala desa di kabupaten tersebut.
Pasal 53 UU ASN menyebutkan bahwa bupati/wali kota di kabupaten/kota telah memperoleh kewenangan dari Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan ASN untuk dapat menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat selain pejabat pimpinan tinggi utama dan madya, dan pejabat fungsional keahlian utama.
Kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang dimiliki oleh pejabat pembina kepegawaian.
Oleh karena itu, menurut Armand, apabila UU masih menetapkan kepala daerah sebagai salah satu pejabat pembina kepegawaian, pada masa depan Indonesia akan kembali berhadapan dengan persoalan-persoalan sejenis ini.
Berdasarkan catatan dari KPK, kata dia, tercatat sekitar 114 kepala daerah yang sebelumnya terjerat kasus serupa.
"Ini adalah masalah di sisi kebijakan. Sampai kapan pun kalau UU masih menetapkan seperti itu, akan berhadapan dengan masalah ini pada masa depan," tutur Armand.
Armand juga mengatakan bahwa perbuatan jual beli jabatan telah menunjukkan kurangnya integritas yang dimiliki oleh beberapa kepala daerah yang terlibat dalam kasus tersebut.
Baca: Eks Bupati Probolinggo Siapkan Anak Maju Pilkada: Baliho hingga Safari Politik