TEMPO.CO, Jakarta - Pada 30 Agustus 2021, Pembelajaran Tatap Muka (PTM) mulai digelar pada wilayah PPKM Level 1-3, salah satunya di DKI Jakarta. Kebijakan ini berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri dengan disetujui oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, dan Menteri Kesehatan. Keputusan ini menyatakan sekolah tatap muka dapat dilaksanakan jika seluruh tenaga pendidik dan kependidikan telah divaksin. Lalu bagaimana pendapat mahasiswa mengenai sekolah tatap muka bagi siswa Sekolah Dasar (SD) hingga mahasiswa?
“Sulit untuk menentukan setuju atau tidak,” kata Mustika Vania Sulistyan, mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Jika sekolah mengadakan PTM, ia berpendapat bahwa diperlukan pengawasan yang ketat dan evaluasi yang berkala. Namun ia melihat bahwa PTM cenderung lebih efektif dibandingkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Hal ini karena melihat kesiapan Indonesia dalam pelaksanaan PJJ yang masih dalam tahap proses pengembangan, sedangkan PTM yang sudah mampu dilaksanakan.
Sedikit berbeda dengan Mustika, Nafarel Puspa Mulia, mahasiswa Fakultas Ekonomi UNY, setuju dengan adanya keputusan ini. Ia melihat bahwa keputusan PTM bagi sekolah di wilayah PPKM level 1-3 berarti sudah ada indikator bagi suatu wilayah dianggap aman untuk melakukan interaksi. Selain itu, Nafarel melihat bahwa pelaksanaan PJJ tidak efektif karena kendala yang dialami oleh siswa dan mahasiswa. “Banyak anak di rumah terkendala sinyal, kuota, hingga kondisi rumah yang kurang kondusif,” kata Nafarel.
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Ekonomi ini pun mengatakan, pelaksanaan PJJ cukup berpengaruh pada kualitas peserta didik. Ia mengatakan bahwa banyak guru yang harus berupaya memberikan nilai yang baik karena siswa tidak boleh tinggal kelas selama PJJ ini. “Padahal masih ada siswa yang tidak mengumpulkan tugas dan mengikuti kelas virtual,” katanya.
Nafarel menambahkan bahwa PTM harus dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat dan penggalakan vaksin bagi siswa yang sudah bisa menerima vaksin. Selaras dengan Nafarel, Muhammad Khalid, Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada (UGM), menyatakan bahwa diperlukan percepatan vaksin. “Meskipun vaksin diutamakan bagi tenaga pengajar, namun proses vaksinasi bagi pelajar juga harus ditingkatkan,” kata Khalid.
Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional itu mendukung dengan diadakannya sekolah tatap muka dengan mempertimbangkan protokol kesehatan dan pemantauan wilayah PPKM. Ia mengatakan bahwa PJJ tidak efektif dan berdampak pada perbedaan pelaksanaan pembelajaran di setiap daerah. Apalagi masih terdapat ketimpangan akses dan teknologi di setiap daerah.
Sejalan dengan pendapat Khalid, Intan Septiani, mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan (UAD), setuju dengan adanya keputusan pembelajaran tatap muka. Ia beralasan bahwa PJJ tidak efektif apalagi bagi siswa Sekolah Dasar (SD). Namun, ia melihat jika orang tua tidak memberikan izin untuk anak mereka mengikuti PTM, maka ini akan menjadi tantangan bagi para guru. “Guru harus mampu mengkombinasikan pembelajaran tatap muka dan sekolah jarak jauh” kata Intan.
JACINDA NUURUN ADDUNYAA
Baca: Perhimpunan Guru Kritik Pembelajaran Tatap Muka Terbatas