TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran Susi Dwi Harijanti menilai putusan bersalah terhadap Dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Saiful Mahdi, menunjukkan hakim-hakim tidak berpihak pada kebebasan akademik.
“Fungsi pendidikan itu gagal dilihat oleh badan peradilan karena dia tidak melihat bagaimana lembaga pendidikan itu mempunyai fungsi utama mengembangkan keilmuan dan berpegang teguh pada kebebasan akademik,” kata Susi dalam diskusi yang diadakan Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik, Rabu, 1 September 2021.
Susi menilai, jika kebebasan akademik menjadi hal yang penting dalam mengembangkan keilmuwan, semestinya ditopang oleh sistem yang menyeluruh, bukan hanya internal tapi juga eksternal. Dengan adanya vonis tiga bulan penjara dan denda Rp 10 juta subsider 1 bulan, serta kandasnya upaya banding dan kasasi yang diajukan Saiful, telah memperlihatkan kegagalan badan peradilan sebagai salah satu bagian dari sistem eksternal untuk melindungi kebebasan akademik.
Pada faktor internal, kebebasan akademik juga tidak didukung universitas. Susi mempertanyakan apakah Universitas Syiah Kuala telah melakukan dialog yang egaliter dengan Saiful Mahdi. Sebab, lembaga pendidikan mempunyai karakter tersendiri di mana hubungan antarcivitas akademika, terutama dosen, adalah hubungan bukan atasan dan bawahan.
Menurut Susi, faktor internal ini yang menjadi sangat bermasalah di Indonesia karena kentalnya birokratisasi kampus. Universitas, kata dia, juga menunjukkan pimpinan-pimpinannya tidak memperlihatkan karakter sebagai academic leadership. “Melainkan hanya memperlihatkan sebagai birokrat administratif leadership yang akan membawa dampak luar biasa terhadap pengembangan fungsi pendidikan,” ujarnya.
Dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Saiful Mahdi, terancam masuk penjara atas kasus pencemaran nama baik yang dituduhkan kepadanya.
Saiful sebelumnya didakwa dalam kasus pencemaran nama baik karena kritiknya di sebuah grup Whatsapp. Kasus Saiful bermula ketika dia menulis di grup Whatsapp 'Unsyiah Kita' pada Maret 2019 mengkritik hasil penerimaan CPNS di lingkungan Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala pada 2018.
Dekan Fakultas Teknik Unsyiah, Taufiq Saidi, kemudian melaporkan Saiful ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik berbekal tulisan di grup Whatsapp itu. Pengadilan Negeri Banda Aceh memvonis Saiful Mahdi tiga bulan penjara dan denda Rp 10 juta subsider 1 bulan penjara setelah melalui 18 kali sidang.
Saiful menempuh upaya banding dan kasasi, tetapi semuanya kandas. Ia kini tengah mempertimbangkan upaya peninjauan kembali dan pengajuan amnesti. Namun pada 30 Agustus 2021, Kejaksaan Negeri Banda Aceh melayangkan surat panggilan terhadap Saiful untuk eksekusi putusan. Dia diminta menghadap Jaksa pada Kamis, 2 September 2021.
FRISKI RIANA
Baca: KIKA Desak Jokowi Beri Amnesti untuk Dosen Unsyiah Korban UU ITE