TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia menilai Lili Pintauli Siregar seharusnya dipecat dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Lili terbukti bersalah karena berkomunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial yang terjerat kasus di KPK.
"Putusan Dewas KPK dirasakan belum memenuhi rasa keadilan masyarakat, karena semestinya sanksinya adalah permintaan mengundurkan diri, atau bahasa awamnya pemecatan," kata koordinator MAKI Boyamin Saiman, Senin, 30 Agustus 2021.
Boyamin meminta Lili untuk mengundurkan diri saja. Dia bilang keputusan itu perlu dilakukan untuk menjaga kebaikan KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Pengunduran diri Lili Pintauli Siregar adalah menjaga kehormatan KPK. Karena jika tidak mundur maka cacat atau noda akibat perbuatannya yang akan selalu menyandera KPK, sehingga akan kesulitan melakukan pemberantasan korupsi," kata dia.
Boyamin mengatakan dirinya masih mengkaji untuk melaporkan Lili ke Badan Reserse Kriminal Polri berdasarkan Pasal 36 UU KPK. "Opsi melaporkan perkara ini ke Bareskrim berdasar dugaan perbuatan yang pasal 36 UU KPK masih dikaji berdasar putusan Dewas KPK yang baru saja dibacakan," kata dia.
Dewan Pengawas KPK memutuskan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar bersalah dalam sidang etik pada perkara Wali Kota Tanjungbalai. Dewas memberikan sanksi berupaya pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan.
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan mengatakan Lili melanggar dua hal, yakni menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi dan berhubungan dengan seseorang yang sedang diperiksa perkaranya oleh KPK.
"Itu merupakan suatu pelanggaran etik yang dirumuskan dalam pakta integritas KPK," ujar Tumpak, Senin, 30 Agustus 2021. Lili Pintauli disebut telah melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf b dan a dalam Peraturan Dewas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK