Dalam penyampaian materinya, Albert menguraikannya dalam tiga pertanyaan kunci. Yaitu peran apa yang dimainkan demokrasi dalam desain konstitusi, bagaimana konstitusionalisme dan konstitusi meminimalkan bentrok antara kepentingan nasional dan internasional, dan bagaimana peran rule of law atau supremasi hukum dalam menuntut desain konstitusi yang layak dan legal.
Untuk menjawab pertanyaan pertama, ia menjelaskan bahwa demokrasi modern diwarnai dengan berbagai kegiatan referendum oleh pemerintah. Salah satunya adalah referendum diskresi, yakni di mana warga negara tidak diwajibkan untuk berpartisipasi. Contohnya adalah referendum Perancis tahun 1962 dan Brexit.
Albert menambahkan, diskursus demokrasi mustahil untuk dilepaskan dari konsep legitimasi populer dari publik. “Referendum diskresi memanfaatkan hal ini untuk melegitimasi dan depolitisasi kebijakan pemerintah yang kontroversial atau terjebak dalam halangan-halangan politis,” ujar profesor asal Kanada ini.
Menurut Albert, referendum seperti itu sebenarnya memang demokratis, tetapi konsepnya sangat majoritarian. Artinya, kelompok mayoritas lebih dominan dalam menentukan konstitusi. Konsep seperti ini juga terbelakang dan menyebabkan minimnya integritas elektoral. Mengingat hal tersebut, maka desain konstitusi yang ideal harus dapat mengantisipasi serta mengkodifikasi agar hakikat demokrasi dan edukasi publik tidak tercemar oleh referendum diskresi.