TEMPO.CO, Jakarta - Penghapusan mural bernada kritik terhadap pemerintah marak terjadi dalam kurun Juli-Agustus 2021. Satuan Polisi Pamong Praja atau Kepolisian mengecat ulang tembok-tembok yang menjadi kanvas karya seni jalanan itu serta mencari para seniman pembuatnya.
Merespons serangkaian peristiwa ini, akun media sosial Gejayan Memanggil pun mengumumkan 'Lomba Mural Dibungkam'. Karya yang dihapus aparat akan mendapat penilaian lebih dalam sayembara yang berlangsung sejak 23 hingga 31 Agustus 2021 ini.
"Perlombaan ini respons terhadap situasi makin reaktifnya aparat saat ini," kata Humas Gejayan Memanggil yang meminta disebut sebagai Mimin Muralis, kepada Tempo pada Rabu malam, 25 Agustus 2021.
Mimin mengatakan, lomba ini menjadi ruang bagi masyarakat yang cemas dan marah dengan kebijakan pemerintah, khususnya dalam penanganan pandemi Covid-19 sekarang. Masyarakat, kata dia, berhak menyatakan ekspresi mereka atas persoalan yang dihadapi di tengah pagebluk ini.
Mimin pun menyebut aparat tak semestinya bertindak sewenang-wenang menyikapi mural-mural yang mengkritik pemerintah. Ia merujuk pada tindakan polisi mencari-cari pembuat mural, seperti yang terjadi terhadap pembuat mural Jokowi '404: Not Found' dan 'Tuhan Aku Lapar' di Tangerang, Banten.
Aparat sempat memburu pembuat mural '404: Not Found' lantaran dinilai memuat penghinaan terhadap lambang negara. Menurut Mimin, ini menandakan ketidakpahaman aparat terhadap hukum, sebab presiden bukanlah lambang negara. Pasal penghinaan itu pun merupakan delik aduan dan harus oleh orang yang bersangkutan.
"Selain tidak tahu hukum, sifatnya sudah otoriter tetapi tak mau mengakui," ujar Mimin.