TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch menilai kinerja bidang penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi selama semester I 2021 anjlok. Bukan karena pandemi Covid-19, ICW beranggapan kinerja itu merosot gara-gara pimpinan KPK sibuk menyingkirkan pegawai lewat tes wawasan kebangsaan.
“Anjloknya kinerja penindakan KPK pada semester I tahun 2021 bukan faktor pandemi Covid-19, melainkan karena pimpinan KPK sibuk dengan agenda menyingkirkan 75 pegawai,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, lewat keterangan tertulis, Rabu, 25 Agustus 2021.
Kurnia menilai satu-satunya prestasi pimpinan KPK adalah memberangus dan mengobrak-abrik lembaga antirasuah dalam waktu singkat. “ICW menilai pimpinan KPK hari ini, khususnya Ketua, Firli Bahuri, telah berhasil memberangus kelembagaan dan mengobrak-abrik penindakan KPK dalam waktu yang sangat singkat. Mungkin itu satu-satunya keberhasilan yang bisa diperlihatkan KPK saat ini,” kata dia.
Kurnia menilai tren penurunan kinerja itu sudah terlihat dari riset ICW dan TII tentang Evaluasi Satu Tahun KPK yang dilansir akhir Desember lalu. Data menunjukkan penindakan mengalami penurunan drastis. Misalnya, jumlah penyidikan pada 2019 mencapai 145, namun pada 2020 hanya 91 kasus. Jumlah penuntutan pada 2019 sebanyak 153, sedangkan tahun 2020 hanya 75 kasus yang masuk pengadilan.
“Tak cukup itu, jumlah tangkap tangan tahun 2021 juga diyakini akan semakin jauh dari harapan masyarakat,” kata Kurnia.
Peneliti di bidang hukum ini mengatakan merosotnya kinerja bukan hanya dari kuantitas, tapi juga kualitas penanganan kasus. Ada dua kasus yang disoroti, yaitu suap ekspor benur dan korupsi bantuan sosial Covid-19. Dia menilai penanganan kasus benur buruk karena mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo hanya dituntut 5 tahun penjara. Begitupun kasus bantuan sosial Covid-19, ia menduga KPK justru melindungi pihak tertentu yang diduga terlibat.
Sebelumnya, KPK merilis kinerja selama 6 bulan pertama 2021. Dalam rilisnya KPK menyebut menetapkan 50 tersangka di semester pertama tahun ini. KPK mengklaim berhasil menyelamatkan potensi kerugian negara hingga Rp 22 triliun. Namun, KPK mengakui terjadi penurunan jumlah operasi tangkap tangan imbas pandemi Covid-19. Karena itu, KPK memfokuskan penanganan kasus melalui case building.