TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menilai alasan meringankan majelis hakim dalam putusan terhadap eks Menteri Sosial, Juliari Batubara, terlalu mengada-ada.
“Dari putusan ini masyarakat kemudian dapat melihat bahwa proses penegakan hukum belum sepenuhnya berpihak kepada korban kejahatan,” kata Kurnia kepada Tempo, Senin, 23 Agustus 2021.
Baca Juga:
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta sebelumnya menyebut Juliari Batubara telah mendapat cercaan, hinaan dan vonis masyarakat menjadi pertimbangan hukum yang meringankan.
Menurut peneliti ICW itu ekspresi semacam itu merupakan hal yang wajar mengingat dampak yang terjadi akibat praktek korupsi Juliari. Kurnia mengatakan, praktek suap menyuap itu dilakukan secara sadar oleh politikus PDI Perjuangan tersebut di tengah kondisi kesehatan dan ekonomi masyarakat yang ambruk akibat pandemi Covid-19.
“Cercaan, makian, dan hinaan kepada Juliari tidak sebanding dengan penderitaan yang dirasakan masyarakat karena kesulitan mendapatkan bansos akibat ulah mantan Menteri Sosial dan kroni-kroninya,” ujar Kurnia.
Baca Juga:
Dalam sidang pembacaan putusan, Juliari Batubara divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Juliari juga dikenai pidana tambahan membayar uang pengganti sejumlah Rp 14,5 miliar, serta pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama empat tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok.
FRISKI RIANA
Baca Juga: Hakim Vonis Juliari Batubara 12 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta