Eddy mengatakan BNPT terus berkoordinasi dengan Badan Intelijen Negara, Badan Intelijen Strategis TNI AD, Detasemen Khusus 88 Antiteror, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Salah satu antisipasi yang dilakukan ialah pemantauan konten-konten berbau radikal di media sosial.
Selain itu, lanjut Eddy, Densus 88 juga melakukan penangkapan terhadap terduga teroris. Ia menyebut ada 51 orang terduga teroris yang ditangkap Densus beberapa waktu lalu, 48 di antaranya merupakan anggota JI.
"Jangan sampai simpatisan terpengaruh framing yang dibangun oleh jaringan teror ini dengan merujuk Taliban sana. Walaupun tidak ada hubungannya dengan Taliban, tapi framing-nya itu dijadikan copy," kata Eddy.
Senada dengan Eddy, juru bicara Badan Intelijen Negara Wawan Purwanto mengatakan lembaganya melakukan pemetaan, deteksi dini, dan pencegahan terhadap potensi reaksi kelompok teroris di Indonesia setelah Taliban berkuasa. Wawan mengatakan beberapa mantan teroris di Indonesia memang pernah mendapatkan pelatihan dan ikut berjuang di Afghanistan.
Meski begitu, ia mengatakan masyarakat tak perlu khawatir berlebihan atas hal ini. "Tidak perlu over reaktif. Namun demikian, kewaspadaan perlu terus kita bangun bersama," kata Wawan kepada Tempo pada Ahad malam, 22 Agustus 2021.
Menurut Wawan, pemantauan terhadap eks kombatan Afghanistan terus dilakukan. Beberapa eks kombatan disebutnya ada yang telah berikrar setia kepada NKRI, sedangkan beberapa lainnya mengalami sakit keras dan meninggal. "Meskipun demikian, kondisi tersebut tetap menjadi kewaspadaan BIN dan jajaran intelijen bersama aparat keamanan lainnya," ujar Wawan ihwal kewaspadaan aparat terhadap kemenangan Taliban di Afghanistan.
Baca juga: Kemenangan Taliban dan Dampaknya pada Kegiatan Terorisme di Indonesia
BUDIARTI UTAMI PUTRI