Kendati begitu, pernyataan Nadiem ini dikiritik sejumlah organisasi guru. Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, menilai pernyataan Nadiem kontradiktif dengan pesan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Dalam kunjungan kerja ke Madiun pada Kamis, 19 Agustus 2021, Jokowi mempersilakan opsi PTM terbatas digelar apabila seluruh pelajar telah mendapatkan vaksinasi Covid-19. “Kenapa Mas Menteri beda sendiri? Saya mengatakan ini bentuk nyata bahwa koordinasi antarkementerian ini lemah,” kata Satriwan.
Vaksinasi sebetulnya bukan satu-satunya syarat agar bisa melakukan PTM. Satriwan menyebutkan setidaknya ada empat prasyarat, yaitu sekolah memenuhi daftar periksa Kemendikbudristek mengenai kesiapan tatap muka, vaksinasi guru dan anak, izin orang tua murid, dan positivity rate di daerah tersebut.
Menurut Satriwan, mengizinkan anak melakukan PTM terbatas di sekolah tetap berisiko. Apalagi, progres vaksinasi anak usia 12-17 tahun masih rendah. Berdasarkan dashboard Kementerian Kesehatan per 21 Agustus 2021, dari target 26,7 juta anak, baru 9,17 persen atau 2,4 juta anak menerima vaksinasi dosis pertama. Sedangkan 4,49 persen atas 1,19 juta anak telah menerima dosis lengkap.
Selaini itu, baru 57 persen sekolah di seluruh Indonesia yang baru mengisi daftar periksa Kemdikbudristek. Sekolah yang mengisi pun belum tentu sudah diasesmen pemerintah daerah. Setidaknya, kata Satriwan, hal ini menjadi gambaran bahwa sarana dan prasarana, serta infrastruktur penunjang protokol kesehatan sekolah-sekolah belum siap.
DKI, misalnya, telah melakukan asesmen ke sekolah-sekolah yang mengisi daftar periksa Kemendikbudristek. Selain itu, cakupan vaksinasi guru dan anak di DKI juga terbilang cukup tinggi.
Satriwan mengatakan, sebanyak 96 persen guru dan 87 persen anak usia 12-17 tahun di DKI telah divaksin. Meski sebagian besar sekolah telah siap menggelar tatap muka, Pemprov DKI belum mengizinkan PTM terbatas karena masih PPKM level 4, serta tingginya angka positivity rate.
Sedangkan di daerah yang menerapkan PPKM level 1-3, Satriwan mengakui kasus Covid-19 relatif sudah menurun. Namun, ia mempertanyakan kesiapan sekolah, izin orang tua murid, dan positivity rate di wilayah tersebut.
Satriwan mengimbau pemerintah daerah, orang tua murid, dan masyarakat tidak euforia dengan dibukanya sekolah. Pasalnya, ada banyak temuan pelanggaran saat PTM terbatas. Misalnya, ketentuan 25 persen populasi murid yang masuk, tapi nyatanya 50 persen. Kemudian durasi tatap muka yang mestinya 2 jam, tapi ada temuan 4 jam.
“Ada yang masuk seminggu tiga kali, kami dapat laporan. Ada 3-4 jam, ada yang 50 persen. Tidak ada yang 25 persen sebagaimana keterangan Menkes,” ujar Satriwan.
Baca selanjutnya: Kritik lain atas kebijakan Nadiem