TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan perkembangan kasus di tingkat nasional telah menunjukkan perbaikan. Ia menyebut, kasus positif, kematian dan tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR), menurun dalam kurun tiga hingga empat minggu terakhir. Sejalan dengan itu, kesembuhan juga meningkat.
Wiku memaparkan, perbaikan kasus positif terlihat pada 25 dari 34 provinsi atau 73 persen dari seluruh provinsi. Ada lima provinsi dengan penurunan kasus tertinggi yakni di Jawa Barat (-7.128), DKI Jakarta (-5.201), Jawa Timur (-4.407), Kalimantan Timur (-2.959) dan Nusa Tenggara Timur (-2.866).
Penurunan kasus ini juga diikuti dengan menurunnya angka positivity rate dari 23,57 persen (2-8 Agustus 2021) menjadi 21,48 persen (9-15 Agustus) atau turun sebesar 2,09 persen. "Ini adalah perkembangan yang sangat baik karena, artinya sebagian besar provinsi di Indonesia sudah mengalami perbaikan dan sudah dapat mengendalikan penularan," ujar Wiku.
Namun, dari 34 provinsi di Indonesia, ujar dia, ada sembilan provinsi harus mengejar perbaikan penanganan, karena kasus mingguan di minggu ini masih naik. Adapun provinsi-provinsi dimaksud ialah Jawa Tengah (2.952 kasus), Bali (1.094 kasus), Papua Barat (667 kasus), Kalimantan Tengah (553 kasus), Sulawesi Barat (295 kasus), Aceh (247 kasus), Nusa Tenggara Barat (208 kasus), Maluku (167 kasus) dan Jambi (41 kasus).
"Untuk itu, fokus penanganan pada sembilan provinsi ini harus diperkuat lagi. Karena sembilan provinsi ini menjadi penyumbang kenaikan kasus mingguan di tingkat nasional. Dan perlu ditelaah lebih terutama pada angka kematian, kesembuhan, kasus aktif, BOR dan persentase terbentuknya posko desa/kelurahan di wilayahnya," ujar Wiku lewat keterangan tertulis yang dikutip pada Jumat, 20 Agustus 2021.
Dan dari kesembilannya, lanjut Wiku, perhatian tertuju pada provinsi NTB, Sulawesi Barat dan Papua Barat. "Karena data menunjukkan keduanya mengalami kenaikan pada kasus positif dan kematian, diikuti menurunnya kesembuhan serta dampaknya terhadap angka BOR naik," tuturnya.
Data di NTB, kasus positif bertambah 208 kasus, kesembuhan mingguan menurun 348 kasus, kematian mingguan naik 13 kasus, dan kasus aktif naik 99 kasus (per 15 Agustus 2021) dibandingkan minggu sebelumnya. Dampak dari kenaikan ini, meningkatnya BOR dari 29,10 persen menjadi 30,17 persen atau peningkatannya sebesar 1,07 persen.
"Salah satu penyebab tidak langsung kenaikan kasus pada suatu provinsi disebabkan tidak maksimalnya kinerja posko. Dan di NTB tercermin dari jumlah pembentukan posko masih rendah, yaitu sebesar 13,37 persen posko terbentuk," kata Wiku.
Sementara di Sulawesi Barat, meskipun kesembuhan meningkat tapi tidak lebih tinggi dari peningkatan kasus positif mingguan yang naik 295 kasus, kesembuhan hanya naik 202 kasus. Angka kematian juga naik 11 kasus dari minggu lalu. Pada kasus aktif, meningkat 181 kasus (15 Agustus 2021) dibandingkan minggu sebelumnya. Kabar baiknya, BOR menurun dari 39,94 persen menjadi 36,55 persen atau turun 3,39 persen.
"Sayangnya pembentukan posko di provinsi ini masih sedikit, baru 26,92 persen desa/kelurahan di wilayahnya telah membentuk posko," lanjutnya.
Sama halnya dengan Papua Barat, ujar Wiku, pada kesembuhan meningkat 221 kasus dan tidak lebih besar dari penambahan kasus positif mingguan sebanyak 667 kasus. Angka kematian meningkat 9 kematian dibandingkan minggu sebelumnya. Meskipun kasus aktif dan BOR menurun, tetapi pembentukan posko rendah hanya 9,93 persen desa/kelurahan membentuk posko.
"Saya mohon gubernur 9 provinsi terutama NTB, Sulbar dan Papua Barat, agar segera memperbaiki penanganan. Jika kasus positif, kasus aktif dan BOR terus meningkat, segera konversi tempat tidur bagi pasien COVID-19. Dan bagi warga manfaatkan fasilitas tempat Isolasi terpusat," ujarnya.
Wiku mengingatkan, khusunya kepada provinsi non Jawa-Bali, untuk segera melakukan perbaikan mengingat pemerintah pusat rutin mengevaluasi PPKM tiap daerah. "Apabila tidak ada perbaikan, maka tidak menutup kemungkinan tidak akan terjadi pelonggaran PPKM pada daerah tersebut atau bahkan peningkatan pengetatan PPKM apabila diperlukan," ujarnya.