TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Profesi dan Asosiasi Kesehatan (KoMPAK) menyoroti sikap pemerintah yang belum konsisten dalam memprioritaskan masalah kesehatan dalam penanganan pandemi Covid-19. KoMPAK menyatakan, selama 1,5 tahun Indonesia berjuang melawan Covid-19, kondisi saat ini menunjukkan wabah tersebut belum bisa diatasi.
"Pemerintah tampak masih belum konsisten dalam memprioritaskan masalah kesehatan sebagai fokus penanganan pandemi Covid-19," demikian pernyataan KoMPAK dalam seruan kebangsaan yang dibacakan Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Emi Nurjasmi, Rabu, 18 Agustus 2021.
Emi mengatakan, KoMPAK merasa prihatin dengan kondisi dan penanganan Covid-19 saat ini dengan sejumlah catatan. Pertama, kasus konfirmasi Covid-19 yang masih tinggi. Berdasarkan data 17 Agustus 2021, ada penambahan kasus harian sebanyak 20.741 kasus sehingga total kasus konfirmasi mencapai 3.892.479 kasus, menjadikan Indonesia menduduki peringkat ke-13 dunia.
Adapun kasus kematian akibat Covid-19 sebanyak 120.013 orang. Emi mengatakan, sekalipun kasus konfirmasi sudah mengalami penurunan, angka kasus kematian masih tinggi. Indonesia bahkan beberapa kali mencatat rekor kasus kematian harian tertinggi di dunia.
Sekalin itu, positivity rate Indonesia juga masih tinggi, yakni selalu di atas 20 persen dalam beberapa pekan terakhir. Ini jauh lebih tinggi dari standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 5 persen.
Kedua, KoMPAK menyatakan banyak dokter dan tenaga kesehatan yang telah gugur dalam menangani pandemi Covid-19. Secara rinci, ada 640 dokter, 98 dokter gigi, 637 perawat, 377 bidan, 59 apoteker, 34 ahli gizi, 13 ahli kesehatan masyarakat, dan 33 ahli teknologi laboratorium yang telah gugur.
"Padahal sumber daya manusia kesehatan merupakan kunci dari ketahanan sistem kesehatan dalam menghadapi pandemi Covid-19," kata Emi.
Ketiga, capaian vaksinasi yang masih rendah. Pemerintah telah menetapkan target sasaran vaksinasi sebanyak 208 juta orang. Namun hingga 17 Agustus kemarin, capaian vaksinasi dosis 1 baru mencapai 26,4 persen dan dosis 2 hanya 14 persen. KoMPAK menilai capaian ini masih sangat jauh dari target yang ditetapkan.
Keempat, KoMPAK menyoroti testing, tracing, dan treatment yang belum maksimal. Menurut KoMPAK, mengacu standar WHO, dengan positivity rate Indonesia di atas 15 persen hingga di bawah 25 persen, seharusnya testing dilakukan terhadap 10 per 1.000 penduduk.
Emi mengatakan testing di Indonesia masih belum berbasis hasil tracing atau testing epidemiologi, melainkan screening. Testing untuk screening misalnya yang dilakukan untuk syarat perjalanan dinas atau bepergian ke luar kota.
"Harga testing Covid-19 di Indonesia juga masih dianggap terlalu mahal jika dibandingkan dengan negara lain. Adapun pelaksanaan tracing juga demikian masih jauh dari target yang ditetapkan WHO," kata Emi.