TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo mengatakan pokok-pokok haluan negara (PPHN) diperlukan untuk mengarahkan pembangunan Indonesia ke depan. Dia mengibaratkan pembangunan Indonesia selama ini seperti menari Poco-poco yang maju-mundur lantaran terus berganti arah setiap ada momentum elektoral.
"Agar bangsa ini tidak berganti haluan terus-menerus tiap ganti pimpinan, baik tingkat nasional maupun daerah, sehingga Indonesia ke depan tidak seperti menari Poco-poco, maju dua langkah mundur tiga langkah," ujar Bamsoet dalam pidatonya di Peringatan Hari Konstitusi dan Hari Ulang Tahun MPR ke-76, Rabu, 18 Agustus 2021.
Menurut Bamsoet, keberadaan PPHN akan memberikan arah yang jelas ke mana para pemimpin akan membawa bangsa Indonesia dalam 20, 30, 50, dan 100 tahun yang akan datang.
Bamsoet juga mengatakan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 bukanlah hal tabu. Menurut dia, konstitusi bukan kitab suci sehingga kehendak untuk menyempurnakannya tak boleh dianggap tabu.
"Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 memang bukanlah kitab suci, karenanya tidak boleh dianggap tabu jika ada kehendak, jika ada kehendak untuk melakukan penyempurnaan," ujarnya.
Politikus Golkar ini mengklaim saat ini ada kehendak yang besar dari masyarakat yang dihimpun MPR agar haluan negara dihadirkan kembali. Ia menyebut sudah tiga periode amanat itu diberikan kepada MPR, tetapi hingga kini belum berhasil.
"MPR harus selalu mampu menjembatani aspirasi masyarakat dan daerah," kata Bamsoet.
Sejumlah pihak telah lama mengkritik rencana menghadirkan PPHN yang dinilai serupa GBHN di era Orde Baru ini. Salah satu kritik misalnya menyangkut posisi hukum PPHN dalam sistem hukum Indonesia.
Para pakar hukum mempertanyakan kepada siapa presiden harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan PPHN dan konsekuensinya jika melanggar haluan negara tersebut. Selain itu, amandemen konstitusi dikhawatirkan akan merembet ke perubahan pasal-pasal lainnya, seperti masa jabatan presiden.