TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Fraksi Demokrat Majelis Permusyawaratan Rakyat Benny Kabur Harman menilai Ketua MPR Bambang Soesatyo memberikan informasi yang tak benar kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Khususnya soal bentuk hukum pokok-pokok haluan negara (PPHN) dan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dalam pidato di Sidang Tahunan hari ini.
Benny mengatakan sama sekali belum ada kesepakatan bahwa PPHN akan diatur dalam Ketetapan MPR. "Ketua MPR itu bicara atas nama dirinya sendiri," kata Benny kepada Tempo, Senin, 16 Agustus 2021.
Benny mengatakan semua fraksi MPR memang sepakat perlunya pokok-pokok haluan negara. Namun, kata dia, hingga saat ini masih ada tiga pandangan ihwal bentuk hukum haluan negara itu. Yakni melalui Tap MPR, undang-undang, atau diatur dalam konstitusi.
Benny menuding Bamsoet membohongi Presiden Joko Widodo dan publik lantaran menyampaikan seolah-olah PPHN akan diatur dengan Tap MPR. "Bentuk hukumnya belum disepakati. Mereka bohongi Presiden dan bohongi publik," kata Benny.
Dalam pidatonya di Sidang Tahunan, Bambang Soesatyo mengatakan diperlukan amandemen konstitusi untuk mewadahi PPHN dalam bentuk hukum Tap MPR. Bambang mengatakan UUD 1945 perlu diubah secara terbatas untuk menambahkan wewenang MPR menetapkan PPHN.
Bamsoet juga mengklaim amandemen UUD 1945 tak akan membuka kotak pandora dan eksesif terhadap perubahan pasal-pasal lainnya. Ia beralasan proses perubahan konstitusi memiliki persyaratan dan mekanisme yang ketat.
Menurut Benny, Presiden juga sesat lantaran mengapresiasi kajian PPHN oleh MPR. Dalam pidatonya, Jokowi mengapresiasi MPR yang mengkaji substansi dan bentuk hukum PPHN untuk melandasi pembangunan Indonesia yang berkelanjutan. "Presiden ikut sesat," ujar anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat ini.
Baca juga: Kepada Jokowi, Ketua MPR Paparkan Rencana Amandemen UUD