TEMPO.CO, Jakarta - Kekerasan terhadap jurnalis masih terjadi di Indonesia. Pelaku tindak kekerasan tersebut jelas melanggar Undang-Udang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang tentang pengesahan konvensi hak sipil dan politik, dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang implementasi HAM.
Menurut pakar hukum pidana, Suparji Ahmad, tindakan kekerasan tersebut termasuk kegiatan menghalang-halangi kegiatan jurnalistik dan melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Berikut sebagian kecil wartawan dari begitu banyak yang mengalami tindak kekerasan, dari pengancaman hingga pembunuhan:
Fuad Muhammad Syafrudin
Wartawan Harian Bernas yang juga akrab disapa Udin ini pada 13 Agustus 1996 dianiaya orang tak dikenal di teras rumahnya di Bantul. Ia meninggal pada 16 Agustus 1996 di RS Bethesda. Pada malam penyerangan, seperti ditulis majalah Tempo, dua orang berbadan tegap mendatangi Udin di kediamannya di Bantul, Yogyakarta. Dua orang berikat kepala merah itu memukulkan besi ke kepala Udin.
Wartawan ini ambruk ke bumi. Ia koma dan tiga hari kemudian meninggal setelah dirawat di rumah sakit. Lantas, kematian Udin dikaitkan dengan tulisan kritisnya yang menyangkut Bupati Bantul saat itu, Sri Roso Sudarmo. Urusan tanah hingga "kuningisasi" Golkar tak luput dari liputan Udin.
Bahkan menjelang pemilihan bupati baru, Udin menyorot usaha Sri Roso memberikan upeti sebesar Rp 1 miliar kepada Yayasan Dharmais pimpinan Presiden Soeharto. Maksudnya agar Sri Roso bisa kembali menjadi Bupati Bantul. Toh, pengusutan polisi atas kasus pembunuhan Udin tak menunjukkan kemajuan.
Alham M. Ubay
Alham merupakan wartawan dari RCTI yang bertugas di wilayah Kabupaten Bojonegoro. Berdasarkan data advokasi.aji.or.id, ia mendapat perlakukan kasar dari Notaris Reza P Kalia yang berkantor di Jalan Untung Suropati 3 Bojonegoro, Kamis, 29 November 2007. Kejadian itu berawal saat Yasin, warga Desa Pacul, Bojonegoro, bersama beberapa warga lainnya mendatangi kantor Notaris Reza P Kalia. Ia merasa ditipu Reza dalam proses jual beli tanah di Sumodikaran Kec Dander milik Yuwana.
Saat meliput berita tersebut, tiba-tiba muncul Reza P Kalia yang menolak kehadiran wartawan. Bahkan, Reza sempat mengeluarkan kata-kata kotor. "Kamu binatang ya kamu hewan ya," teriak Reza dengan emosi. Tidak berhenti disitu Reza mendekati wartawan RCTI itu dan berusaha merampas kamera miliknya. Namun, Alham berhasil mengelak dan menyelamatkan kameranya. Alham juga mendapatkan bekas tarikan tangan reza sehingga memerah.
Victor Mambor
Jurnalis tabloidjubi.com ini mendapatkan kekerasan dalam bentuk doxing di kanal Twitter-nya oleh pemilik akun Dapur (@antilalat). Akun tersebut menuding Victor sebagai pemasok berita atau informasi negative dan propaganda negatif bagi pengacara hak asasi manusia Veronica Koman. Victor juga dituding sebagai penghubung antara sayap OPM di luar negeri dengan sayap OPM yang beraksi di pedalaman.
Doxing merupakan praktik mengumpulkan informasi pribadi dan mempublikasikan atau menggunakannya dengan cara lain untuk merugikan seseorang. Doxing menjadi salah satu ancaman yang dilakukan secara online.
Nurhadi
Nurhadi adalah jurnalis Tempo yang mengalami kekerasan fisik saat berupaya meminta klarifikasi kepada mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Angin Prayitno Aji. Nurhadi berupaya meminta klarifikasi itu dalam sebuah acara pernikahan anak Angin, di Gedung Samudra Bumimoro, Krembangan, Surabaya, Sabtu, 27 Maret 2021. Ketika ketahuan, sejumlah anggota polisi dan panitia acara memukul, mencekik, menendang, dan merusak alat kerja Nurhadi.
Nurhadi menjelaskan, ia pertama kali didatangi saat memfoto Angin Prayitno Aji di atas pelaminan. "Saya dua kali memfoto pelaminan, untuk memastikan dia ada di kiri atau di kanan. Karena saya berencana wawancara setelah acara selesai," kata Nur Hadi dalam diskusi Aliansi Jurnalis Independen, Ahad, 18 April 2021.
Setelah itu, ia mengatakan dua orang petugas berbatik menahannya dan menginterogasinya. Meski telah mengatakan bahwa ia adalah wartawan Tempo yang tengah bertugas, namun petugas tersebut tetap merampas ponsel Nurhadi dan memiting lehernya.
Nurhadi pun kemudian dibawa keluar dan dinaikkan ke mobil untuk dibawa ke Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Namun di tengah jalan, petugas yang membawa Nurhadi diminta untuk kembali ke gedung resepsi dengan membawa Nurhadi.
"Di sana saya dicekik, ditampar. Saya disekap selama dua jam. Dipukul, ditonjok dada, ulu hati, ditampar, gendang telinga dipukul, dari belakang samping. Yang mukul ada lebih dari 10 sampai 15 orang," kata Nurhadi.
Penganiayaan berlangsung hingga ia dibawa ke gudang belakang gedung dan disekap di sana selama hampir dua jam. Salah satu fakta baru yang disampaikan Nurhadi, adalah ketika penyekapan, Komisaris Besar Ahmad Yani, besan dari Angin Prayitno Aji, sempat melihat langsung kondisi Nurhadi.
Selama penyekapan pun, ia mengatakan banyak ancaman yang dilakukan oleh orang di sana. Ia menduga ancaman tak hanya muncul dari aparat, tapi bahkan diduga dari kerabat Angin sendiri. "Ada ancaman 'disekap aja sampai Senin ketika majalah terbit', ada juga yang bilang, 'sudah masukin saja ke kolam lintah'. Juga omongan 'udah kita buang ke laut kakinya bebani sama batu'," kata Nurhadi.
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menyatakan berkas perkara tahap satu kasus Nurhadi, jurnalis Tempo yang mengalami kekerasan, rampung. Pengacara Nurhadi, Fatkhul Khoir, telah menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari Polda Jawa Timur.
"Dan akan dilakukan pelimpahan tahap dua pada Kamis, 19 Agustus 2021 mendatang," ujar Fatkhul melalui keterangan tertulis pada Jumat, 13 Agustus 2021. Fatkhul pun meminta pihak kejaksaan agar segera menahan dua orang tersangka dan berharap agar polisi mengusut para pelaku lainnya. Sejauh ini, penyidik baru menetapkan dua tersangka, yakni Purwanto dan Firman, anggota Kepolisian Daerah Jawa Timur.
GERIN RIO PRANATA
Baca: Berkas Kasus Pemukulan Jurnalis Tempo Rampung, Pengacara Minta Tersangka Ditahan