Dia diajak bergabung jadi sukarelawan MBLC oleh sang kakak, Mozza Indira Sylvani, juara dua kontes Duta Pancasila Kabupaten Malang. Semula dia ragu dan takut, tapi kemudian jadi berani dan bisa bersikap tenang setelah membaca informasi-informasi tentang tata cara menghadapi Covid-19. Apalagi dia bersama Ifron tidak diterjunkan ke lapangan untuk mengurus warga yang menjalani isoman maupun mengurus jenazah pasien Covid-19.
Sudah begitu, pandemi Covid-19 membuat kegiatan belajar jadi tidak menyenangkan karena kebanyakan dilakukan secara online. Praktis, pertemuan langsung dengan teman-teman sekolah nyaris nol sejak awal pandemi 2020. Lama-lama Moura mengalami kejenuhan.
“Daripada main HP terus dan bosan, lebih baik saya isi waktu luang saya dengan kegiatan positif dan bermanfaat. Awalnya saya takut ketularan karena bertemu banyak orang. Tapi kalau kita sudah yakin pada diri sendiri, rasa takut itu hilang dengan sendirinya,” ujar Moura, anak kedua dari tiga bersaudara.
Menjadi sukarelawan, kata dia, membuatnya belajar banyak tentang solidaritas kemanusiaan tanpa ras, agama, suku, dan antargolongan. Dia jadi banyak tahu tentang kesusahan banyak orang seperti kesusahan orang yang butuh vaksin dan oksigen. Dia dan Ifron juga mendapat banyak kenalan, teman, dan saudara seperjuangan.
Tekad Moura kian mantap berkat dukungan orang tua dan dua saudara kandung, serta guru-gurunya. Orangtua cuma berpesan agar Moura berhati-hati, jangan malas belajar, serta harus pandai mengatur waktu antara belajar dan jalani kegiatan kesukarelawanan.
“Saya biasanya mengerjakan tugas sekolah dulu sebelum ke posko (MBLC) sehingga waktu untuk sekolah tidak terganggu kok,” kata dia, seraya menambahkan kegiatan di MBLC lebih banyak membantu pendataan.
Sebagai generasi milenial, Moura aktif mengampanyekan pentingnya kewaspadaan menghadapi dan Covid-19 di akun media sosialnya. Dia ikut menyerukan kepada kawan-kawannya untuk tetap mematuhi protokol kesehatan dan menjaga gaya hidup sehat.
Tak lupa pula dia ingatkan teman-temannya untuk selalu peduli dan sebisa mungkin terlibat dalam aksi-aksi filantropi dan kegotongroyongan untuk membantu masyarakat yang terdampak tanpa mengharapkan imbalan materi apa pun.
Hal senada diutarakan Ifron. Pelajar kelahiran Kota Malang, 21 Oktober 2003, ini baru sebulan jadi sukarelawan. Ia bergabung tanpa sengaja saat menjalani magang di studio 77 Cinema. Rumah produksi ini menyatu dengan bangunan Posko MBLC.
Saat Covid-19 menggila di masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat, tugas-tugas magang dikerjakan dari rumah karena pemilik studio menerapkan work from home. Belakangan, seluruh area bangunan yang ditempati 77 Cinema bersama dua lembaga lain itu diubah jadi Posko MBLC sejak Maret 2020 atau awal pandemi.
Lalu, sekitar sebulan lalu, MBLC membuka lowongan tenaga sukarelawan bagi kelompok milenial. Ifron mendaftar jadi sukarelawan atas dorongan senior-seniornya di 77 Cinema. Tekadnya membulat setelah didukung kedua orangtua dan guru-gurunya. Sang ayah hanya berpesan agar Ifron berhati-hati, tetap rajin belajar, dan bersungguh-sungguh jadi sukarelawan.
“Demi kemanusiaan kata papa saya. Di sini pula saya mengenal Moura yang lebih dulu aktif sebagai sukarelawan. Saya lebih banyak ngurusi dokumentasi video dan fotografi kegiatan, sesuai dengan minat saya di bidang broadcast grafika,” kata Ifron, sulung dari dua bersaudara.
Ifron mengaku tak pernah mendapatkan honorarium. Ketiadaan imbalan fulus atau materi lain bukanlah masalah bagi Ifron. Yang terpenting bagi dia dan Moura adalah dapat kesempatan membantu banyak orang, serta belajar banyak hal tentang kemanusiaan dan pengetahuan tentang virus corona.
Bagi Ifron, pandemi Covid-19 justru jadi kesempatan besar dan langka untuk membantu menyelamatkan Indonesia. Ifron menyatakan sumbangsih dirinya tidak sebanding dengan pengorbanan para pejuang Kemerdekaan 1945. Maka, ia bertekad ikut memerangi Covid-19 dengan memanfaatkan kemampuan di bidang video dan fotografi.
“Jadi,” Ifron menegaskan, “sebenarnya saya tidak rugi sama sekali dibanding pengorbanan para pejuang kita. Justru saya dapat banyak teman baru yang lebih dewasa. Saya dapat ilmu baru di luar sekolah, sekalian menerapkan pelajaran di sekolah di dunia nyata.”
Bagi Ifron, melihat kebahagiaan orang yang dibantunya saja sudah membuat dirinya ikut bahagia.
Ifron dan Moura bertekad mengajak lebih banyak teman sebaya bergabung. Masalahnya, mereka sungkan mengajak langsung karena mayoritas teman sekolah belum dikenal secara dekat. Pergaulan mereka kebanyakan masih sebatas lewat media sosial sehingga belum ada ikatan batin maupun emosional yang kuat.
Lantas, Apa itu Malang Bersatu Lawan Corona?