Menurut buku Fakta Tembakau, jika pengendalian perokok remaja tidak memadai, Bappenas memproyeksikan peningkatan prevalensi perokok usia 10-18 tahun dari 9,1 persen pada 2018 menjadi 16 persen pada 2030. Perkiraan jumlah perokok anak akan meningkat dari 3,3 juta menjadi 6,8 juta jiwa pada 2030.
Menurut Sumaryati, RPJMN yang disusun Bappenas ini lantaran sudah menjadi peraturan presiden, seharusnya diikuti oleh semua kementerian. “Kenyataannya kalau diskusi soal itu belum semua kementerian satu kata,” ujarnya.
Bappenas memperkirakan ledakan jumlah perokok anak dengan melihat prevalensi perokok anak terus meningkat jika tidak bisa dikendalikan. Foto: Buku Fakta Tembakau 2020.
Ia mencontohkan, saat mendiskusikan persoalan iklan rokok di internet dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi. “Pernah dari pihak Kominfo bilang, iklan baru bisa disetop kalau pihak Kemenkes menyatakan rokok ilegal. Padahal rokok tidak ilegal tapi mengandung zat adiktif,” ucapnya. Di sinilah terjadi pembedaan perlakuan antara zat adiktif yang terkandung dalam minuman beralkohol yang dilarang diiklankan dengan zat adiktif di rokok.
Sumaryati menuturkan, upaya Kementerian Kesehatan untuk menggelar rapat terbatas dengan kementerian sebenarnya sudah diupayakan di era Menteri Kesehatan Nila Moeloek. “Tapi tidak ada tindak lanjut dan perubahan apapun, makanya kami penggiat Pengendalian Tembakau mendorong Kemenkes agar aktif dan ada prakarsa itu,” ucapnya.
Menurut Sumaryati, kementerian lain menganggap persoalan konsumsi rokok bukan prioritas. Kementerian yang memfokuskan pada masalah ekoomi lebih suka mengurus soal penjualan rokok, kesejahteraan UMKM, pemenuhan tenaga kerja, dan petani.
Soal ini, tidak ditampik oleh Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Atong Soekirman dalam diskusi Menakar Kembali Pentingnya Cukai Rokok bagi Ekonomi Kesehatan Indonesia, kemarin. Ia beralasan, Kementerian Perekonomian melihat persoalan ini secara holistik dan bukan parsial.
Menurut dia, industri hasil tembakau mempunyai peran strategis bagi perekonomian Indonesia. “Ada 10 persen dari APBN disumbang dari industri ini, sekitar Rp 170 – 180 triliun ,itu belum termasuk pajak-pajak lain,” katanya. Atong menyatakan, industri tembakau menjadi tulang punggung utama pertumbuhan perokonomian Indonesia. “Ini hal yang tak bisa dipungkiri, ada 19,8 persen dari porsi industri tembakau,” katanya.