Dewan Penasihat KIKA Herlambang P. Wiratraman senada menilai pembekuan itu sebagai bentuk pembungkaman. Herlambang mengatakan alasan pembekuan yang berimbas pada membatasi hak berorganisasi itu tidak mendasar.
Ia menjelaskan, kebebasan berpendapat dan berorganisasi memang dapat dibatasi (derogable rights), tetapi dengan alasan yang krusial, semisal kesehatan publik. Kendati begitu, dia mengatakan pembatasan juga harus bersifat proporsional. Pembatasan hak asasi manusia, kata dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga ini, diatur ketat dalam Prinsip Siracusa tentang Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan HAM dalam ICCPR.
Namun, ia mengingatkan pula bahwa kebebasan mahasiswa untuk mengkritik internal kampus semestinya dijamin. Dasarnya ialah Komentar Umum PBB tentang kebebasan akademik. Herlambang mengatakan, ini mencakup kebebasan berpendapat, berekspresi, berorganisasi, termasuk mengkritisi institusi akademiknya sendiri.
"Jangan sampai tindakan itu justru membungkam organisasi atau nilai-nilai dasar di kampus yaitu pemikiran kritis," ujar Herlambang, Rabu malam, 11 Agustus 2021.
Menurut Herlambang, yang terjadi di Fakultas Hukum Universitas Bengkulu adalah perbedaan pendapat antara mahasiswa dan pimpinan manajemen kampus. Ia mengatakan masalah itu mestinya diselesaikan lewat dialog, bahkan debat terbuka, bukannya pembekuan organisasi.
"Kasus ini merefleksikan tekanan terhadap kebebasan berekspresi berorganisasi dan kebebasan akademik," kata Herlambang.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Bengkulu membekukan Universitas Bengkulu lewat SK yang diteken pada Selasa, 10 Juli 2021. Warkat itu menyebut pembekuan berlaku hingga masa kepengurusan BEM FH Unib berakhir pada 15 Januari 2022.
BACA: Usai Kritik Kampus, BEM Fakultas Hukum Universitas Bengkulu Dibekukan Dekan
BUDIARTI UTAMI PUTRI