TEMPO.CO, Jakarta - Siapakah yang akan menjadi Panglima TNI menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto yang akan memasuki purnatugas pada November 2021? Pergantian Panglima TNI menjadi kabar yang menarik perhatian publik hari-hari ini.
Jabatan Panglima TNI menjadi salah satu posisi strategis dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Bagaimana tidak, Panglima TNI akan memimpin salah satu instansi yang memiliki sejarah panjang dalam perjuangan pembangunan Negara Indonesia. Selain itu, TNI juga memiliki peran penting untuk melindungi Indonesia dari ancaman eksternal yang biasanya datang dengan kekuatan besar.
Berdasarkan kondisi tersebut, pemilihan Panglima TNI pun selalu menjadi momen yang ditunggu-tunggu. Berbagai kontroversi pun juga sering mewarnai pengangkatan Panglima TNI. Kontroversi tersebut biasanya mengenai kesalahan prosedur pengangkatannya. Lantas, seperti apa prosedur pengangkatan Panglima TNI?
Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004, Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira aktif dari setiap matra angkatan. Karena itu, Panglima TNI biasanya dijabat secara bergilir oleh tiap perwira dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Adapun, pengangkatan tersebut bersifat kultural, bukan struktural.
Pengajuan calon Panglima TNI merupakan hak prerogatif Presiden. Presiden mengusulkan satu orang calon Panglima TNI kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan. Dilansir dari mkri.id, Pengajuan kepada DPR ini merupakan bentuk mekanisme check and balances antara lembaga eksekutif, dalam hal ini Presiden, dengan lembaga legislatif, dalam hal ini DPR.
Hal tersebut juga menjadi pertimbangan Mahkamah Konstitusi untuk melakukan pengujian Undang-Undang Kepolisian Negara dan Undang-Undang Pertahanan Negara yang mengatur pengangkatan Panglima TNI.
Berikut, peraturan pengangkatan Panglima TNI tetap diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004. Berikut adalah ketentuannya:
(1) TNI dipimpin oleh seorang Panglima.
(2) Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Pengangkatan dan pemberhentian Panglima dilakukan berdasarkan kepentingan organisasi TNI.
(4) Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.
(5) Untuk mengangkat Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Presiden mengusulkan satu orang calon Panglima untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(6) Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap calon Panglima yang dipilih oleh Presiden, disampaikan paling lambat 20 (dua puluh) hari tidak termasuk masa reses, terhitung sejak permohonan persetujuan calon Panglima diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(7) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), Presiden mengusulkan satu orang calon lain sebagai pengganti.
(8) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat memberikan alasan tertulis yang menjelaskan ketidaksetujuannya.
(9) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dianggap telah menyetujui, selanjutnya Presiden berwenang mengangkat Panglima baru dan memberhentikan Panglima lama.
(10) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9), diatur lebih lanjut dengan keputusan Presiden.
BANGKIT ADHI WIGUNA
Baca: Panglima TNI Mutasi Perwira Tinggi, Ada Rotasi pada Komandan Paspampres