TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Hinca Panjaitan mendorong perbaikan di internal Kejaksaan Agung agar lebih profesional dalam menyelesaikan perkara, khususnya usai kasus pidana yang menjerat mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
"Saat ada oknum dari Kejaksaan RI yang terbukti bersalah secara hukum, sudah menjadi kewajiban Kejaksaan untuk bertindak tegas," ujar Hinca, Sabtu, 7 Agustus 2021.
Hinca mengatakan pemecatan terhadap Pinangki terlambat. Sebab, kasus yang menimpa Pinangki saat dirinya menjabat sebagai jaksa telah divonis pada 14 Juni 2021. Sedangkan dia baru resmi dipecat sebagai pegawai negeri sipil (PNS) pada 5 Agustus 2021. "Meskipun dia dinyatakan dipecat, menurut hemat saya jelas keputusan ini terlambat," kata Hinca.
Di sisi lain, alasan Kejaksaan Agung memecat Pinangki karena menunggu status inkrah selama hampir dua bulan setelah vonis bersalah dinilai Hinca sangat lamban. "Padahal jangka waktu untuk mengajukan kasasi hanya sebatas 14 hari. Maka secara normatif, seyogyanya keputusan pemecatan dengan tidak hormat tersebut sudah bisa dikeluarkan Juli 2021," ujar Hinca.
Hinca menuturkan pemecatan Pinangki menimbulkan kesan tidak baik karena sebagian besar publik menganggap Kejaksaan Agung baru melakukan pemecatan setelah ada desakan keras dari masyarakat.
"Peristiwa ini wajib dievaluasi. Bagaimana pun Kejaksaan RI adalah lembaga penegak hukum, sehingga mau tidak mau menjadi salah satu wajah penegakan hukum di Tanah Air," ujar Anggota Fraksi Partai Demokrat itu.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin resmi memecat eks jaksa Pinangki Sirna Malasari dari jabatannya, Jumat, 6 Agustus 2021. Hal ini dipastikan setelah ditandatanganinya Surat Keputusan Jaksa Agung nomor 185 tahun 2021 tentang pemberhentian. Pemecatan diambil karena Pinangki melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan terhadap pegawai negeri sipil (PNS).
Baca juga: Jaksa Agung Resmi Pecat Pinangki Sirna Malasari