Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Tingkatkan Daya Saing Perikanan Nasional melalui Sinkronisasi Fungsional

image-gnews
Perempuan pelaku usaha perikanan mencatat tangkapan rajungan di Madura. Perempuan memegang peranan penting dalam perikanan dengan menjadi pembuat jaring, nelayan, pengepul, pengupas hingga pemilik pabrik pengolahan rajungan. Perempuan juga aktif mencatat tangkapan rajungan yang krusial bagi pengelolaan yang berkelanjutan
Perempuan pelaku usaha perikanan mencatat tangkapan rajungan di Madura. Perempuan memegang peranan penting dalam perikanan dengan menjadi pembuat jaring, nelayan, pengepul, pengupas hingga pemilik pabrik pengolahan rajungan. Perempuan juga aktif mencatat tangkapan rajungan yang krusial bagi pengelolaan yang berkelanjutan
Iklan

INFO NASIONAL - Salah satu kunci meningkatkan daya saing perikanan adalah lewat sinkronisasi fungsional di tata kelola dan kelembagaan sektor kelautan dan perikanan. Pembangunan berbasis Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP-based economy) jika dapat berjalan baik bisa mengoptimalisasi manfaat dan pemerataan ekonomi dari perikanan dan kelautan.

Dalam catatan Badan Riset dan Sumber Daya Manusia, Kementerian Kelautan Perikanan (KKP), potensi perikanan di laut mencapai 12,54 juta ton per tahun. Namun  produksi riilnya baru 7 juta ton per tahun untuk laut dan 566 ribu di perairan daratan. Sedangkan total armada berjumlah 572.270 kapal, dengan rincian 4.828 kapal diatas 30 GT sedangkan mayoritas armada berupa kapal-kapal yang relatif kecil.

Dengan potensi perikanan, ditargetkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor perikanan dapat mencapai Rp 12 triliun pada 2024. Hal ini bisa saja dicapai jika 11 WPP perairan laut bisa dikelola dengan baik, adaptif dan agile melalui sinkronisasi baik tingkat pusat maupun di daerah, baik pada tata kelola, data maupun pembangunan infrastruktur.

Tingkatkan Daya Saing Perikanan Nasional melalui Sinkronisasi Fungsional

Sinkronisasi Program dan Anggaran Perikanan

Pemangku kepentingan sepakat bahwa pengelolaan perikanan yang berkelanjutan berbasis WPP tidak dapat dikendalikan terpusat,  tapi harus melibatkan pemerintah daerah, pengusaha industri perikanan, akademisi dan masyarakat, akademisi.

“Ada 11 WPP dengan karakteristik yang berbeda-beda, kita tata dan kelola dengan mengikutsertakan fungsi dan tugas dari hulu sampai hilir. Kita ajak merumuskan dan menyepakati rencana Fisheries Management Plan di masing-masing WPP yang disusun semua stakeholder agar menjadi acuan bersama,” ujar Besweni dari Direktorat Pengelolaan Sumber Daya Ikan KKP dalam webinar, April lalu.

Menanggapi hal ini, Koordinator Program dan Anggaran KKP, Ramli menilai yang perlu diperhatikan saat ini adalah sinkronisasi kewenangan, misalnya KKP dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dengan alokasi anggaran yang tersebar di masing-masing kementerian dan lembaga, maka WPP menjadi payung agar pengelolaan anggaran dan integrasi kewenangan dapat tercapai.

Sinkronisasi Pengelolaan WPP diatur jelas dalam UU No.31/2004 dan Permen KP No.19/Permen-KP/2014. Namun, perlu ditambahkan aturan terkait landas kontinen Indonesia karena adanya kesenjangan. “Perlu ditambahkan aturan tersebut karena dalam Permen KP tidak ada. Meskipun ada perdebatan bahwa itu bagian dari zona tangkap eksklusif. Namun, jika landas kontinennya perpanjangan dari Samudera Hindia, tidak bisa kita klaim sebagai ZTE,” kata Akhmad Solihin, peneliti dari Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL-LPPM) IPB.

Selanjutnya Solihin juga melihat dalam dokumen Perencanaan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KPPN) dan Rencana Pengelolaan dan Zonasi (RPZ) di daerah belum memperhatikan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP), sehingga banyak celah hukum. Agar berjalan selaras maka pengelolaan WPP bersifat lintas batas dan melibatkan tingkat pemerintah sesuai kewenangannya, sehingga pengelolaan WPP jangan hanya ditafsirkan atau pelaksanaan kewenangan Pemerintah Pusat.

Investasi berbasis WPP adalah suatu keniscayaan karena sudah dilegitimasi dalam undang-undang yang ada.  “Selain RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024, ada juga UU No 11 tahun 2020 tentang UU Cipta Kerja yang membungkus semua peraturan yang ada sebelumnya,” ujar Direktur Kelautan dan Perikanan, Kementerian PPN/BAPPENAS, Sri Yanti JS dalam diskusi virtual Tempo Media bertajuk “Genjot Investasi Lewat WPP dengan Pendekatan Multi-Sektor Kelautan dan Perikanan” akhir April 2021.

Kementerian PPN/Bappenas telah mengkaji signifikansi tata kelola WPP untuk mengoptimalkan potensi sektor perikanan dan kelautan. Rencana tata ruang terintegrasi juga perlu terpetakan, demikian pula potensi investasi, risiko dan pembagian manfaat serta tekanan terhadap stok sumberdaya, degradasi ekosistem dan pemerataan manfaat ekonomi. “Ini perlu perhitungkan dan dipersiapkan sejak awal berbasis WPP,” kata Sri Yanti.

Tingkatkan Daya Saing Perikanan Nasional melalui Sinkronisasi Fungsional

Sinkronisasi bagi Pemerataan Infrastruktur

Bagi akademisi, seyogyanya pengelolaan WPP dikerjakan bersama oleh berbagai pemangku kepentingan. Untuk membangun galangan kapal dan pelabuhan, atau kampung-kampung perikanan dibutuhkan kerja sama dengan Kementerian PUPR dan Kementerian ESDM, misalnya untuk memastikan ketersediaan pasokan listrik. Berikutnya masukan dari pengusaha dan akademisi terkait kelayakan, hingga koordinasi dengan Kemdikbud dan Kemnaker untuk kesiapan SDM mengisi lapangan pekerjaan di sektor perikanan.“Kenapa harus berkoordinasi supaya tidak chaos, ada tujuan bersama yang harus dicapai,” ujar Luky Adrianto, pakar perikanan dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Saat ini sebagian besar unit pengolahan ikan (UPI) atau sekitar 60 persen berada di wilayah Jawa dan Sumatera.  Padahal stok ikan di wilayah Indonesia Barat menipis atau termasuk kategori kuning atau merah karena konsentrasi  penangkapan yang lebih besar (over exploited) di masa lalu.

“Ini Artinya, jumlah ikannya sedikit namun infrastrukturnya banyak. Sebaliknya di wilayah Timur, ketersediaan ikan masih banyak tetapi jumlah infrastruktur pengelolaan masih sedikit,” ujar Dani Setiawan, Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI). Kondisi yang minim infrastruktur di wilayah Timur Indonesia menjadi peluang masuknya investor di sektor perikanan.

Menurut Ridwan, Direktur Perizinan dan Kenelayanan di KKP, selain lokasi tangkap ikan, setiap WPP juga harus memiliki pelabuhan, pemasarannya, transportasi dan industri terkait seperti galangan kapal, perbekalan untuk melaut yang merupakan pusat industri di hilir. KKP tengah berupaya membuat pelabuhan di sektor perikanan berkelas internasional seperti Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman di Jakarta Utara yang bisa dicangkok ke pelabuhan-pelabuhan lain seperti di Bitung, Belawan, Bangka dan lain lain.

“Tapi masih terlihat ketimpangan antara Kawasan Barat dan Timur dimana jumlah pelabuhan perikanan lebih banyak di wilayah Barat. Ini juga menjadi konsen pihak kami untuk menyeimbangkannya,” katanya.

Sri Yanti menambahkan, WPP dengan pendekatan multisektor dapat dimaksimalkan dalam menggenjot investasi yang berkelanjutan. Asalkan, kaidah pengelolaan kelautan dan perikanannya harus berbasis sains dan inklusif dengan tetap memperhatikan lingkungan. “Data akurat harus tersedia mulai dari produksi perikanan, volume, nilai ekspor, kesejahteraan nelayan hingga target investasi,” katanya. Dengan ketersediaan data berbasis WPP ini tentunya bisa diatur dengan baik kebutuhan infrastruktur dan sumber daya manusianya, serta yang terpenting bisa dikelola dampak investasi, seperti tekanan terhadap stok sumber daya dan kemungkinan degradasi ekosistem.

Dalam pandangan pengusaha, sebaiknya pemerintah menjalankan satu atau dua WPP terlebih dulu hingga bisa berjalan baik. Selanjutnya menggarap WPP lainnya yang lain sambil belajar dari pengelolaan WPP sebelumnya. Bila konsep WPP tersebut bisa berjalan baik, maka mereka optimistis pengelolaan perikanan  akan lebih baik.  “Kita pengusaha bukan hanya ingin menjaga stok perikanan tetapi juga  harus membangun usaha perikanan berkelanjutan,” ujar Ketua Asosiasi Perikanan Pole and Line dan Handline Indonesia (AP2HI) Janti Djuari.

Janti juga menggarisbawahi diperlukan insentif bagi perikanan berkelanjutan dan penguatan kelembagaan WPP untuk  meningkatkan konektivitas antar pemangku kepentingan. “Ini bisa memudahkan pusat mengidentifikasi isu-isu lapangan serta mempererat industri dan pemerintah”.

Tingkatkan Daya Saing Perikanan Nasional melalui Sinkronisasi Fungsional

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sinkronisasi data perikanan yang terukur

Untuk mendorong optimalisasi, KKP mulai memperkuat pejabat fungsional.  Sekjen KKP Antam Novambar mengatakan, pelantikan pejabat fungsional tersebut berdampak pada perubahan pola pikir (mindset) dan budaya kerja (culture set) di lingkungan kerja baik di pusat maupun di unit pelaksana teknis. Pelantikan pejabat fungsional tersebut juga bagian dari penyederhanaan birokrasi sesuai arahan Presiden Joko Widodo, 20 Oktober 2019.

Penasehat Himpunan Pengusaha  Pukat Udang Indonesia  (HPPI), Endroyono berpendapat, sinkronisasi pejabat struktural  dan fungsional dalam mengembangkan WPP merupakan langkah penting. Keberadaan pejabat fungsional di pelabuhan selama ini belum optimal, padahal banyak data di pelabuhan-pelabuhan yang bisa diperoleh melalui Surat Laik Operasi (SKLO)  Surat Persetujuan Berlayar (SPB) maupun  logbook. 

Data tersebut bisa  dikelola bisa menjadi informasi yang berguna untuk pengembangan WPP se-Indonesia. Harus dihimpun semua data dari setiap pelabuhan, dikumpulkan per WPP menjadi satu informasi   yang lebih berguna dan bisa menjelaskan potensi  kelautan yang ada. Termasuk informasi dari logbook,  misalnya. Selama ini  pelaporan kapal datang dan masuk ke pelabuhan hanya sebagai bentuk kepatuhan (compliance) saja. Sekadar mematuhi aturan. Padahal data yang ada di pelabuhan bisa dikumpulkan menjadi informasi yang berguna bagi pengelolaan WPP,” jelas Endroyono.

Begitu pula dari Surat Persetujuan Berlayar (SPB) yang berisi informasi kapan kapal berangkat, kapan pulang, ukuran kapal, ukuran mesin, sehingga bisa diketahui,jumlah BBM yang dikonsumsi satu kapal laut selama satu  kali trip (pergi-pulang). Berdasarkan data tersebut, seharusnya setiap pelabuhan bisa menghasilkan data untuk mengetahui jumlah kebutuhan BBM pada pelabuhan tersebut. Bisa pula menjadi dasar kebijakan pemerintah untuk menstabilkan harga BBM di Pelabuhan. Dari logbook bisa diketahui  kapan musim ikan tertentu, apakah   suatu daerah sudah over fishing dan sebagainya

Dani Setiawan dari KNTI menilai, keberadaan WPP sangat penting karena dapat  menjadi  indikator ketersediaan stok ikan, terutama bagi nelayan tradisional.  Ketersedian stok ikan sangat berpengaruh terhadap   jumlah pendapatan  mereka  karena berkaitan dengan kesejahteraan  para nelayan, terutama nelayan  kecil. 

Ia menambahkan, adanya kendala  kekurangan infrastruktur di wilayah Timur bisa diatasi dengan pemetaan dan menambah Tempat Pengelolaan Ikan (TPI) berbasis WPP. TPI  dapat dioptimalkan menjaga harga ikan dari nelayan.  “Sekarang  karena banyak TPI tidak berfungsi, kalau musim panen  atau hasil tangkapan  bagus tapi tidak ada yang membeli terpaksa  ikan tersebut mereka lepas lagi ke laut. Tidak ada pilihan lain,” jelas Dani.

Kondisi WPP seharusnya menjadi dasar bagi rasionalisasi fishing capacity. Ia menjelaskan, dari sekitar 600 ribu kapal tangkap yang tercatat, sebanyak 90 persen berukuran di bawah 5 gross ton, yaitu kapal ukuran kecil.  Kapal kecil ini ini diperlukan  pada perairan 0-12 mil.  Sehingga kalau mau ditambah sebaiknya ke WPP yang masih berkategori hijau dan kuning.  Kapal-kapal ini bisa diorganisir sehingga bisa menguasai secara kolektif, misal dalam bentuk koperasi.

Terkait peran WPP dalam mendukung perekonomian, bagi Dani dengan mengelola WPP secara baik, pangan bagi masyarakat Indonesia akan tercukupi dengan kualitas baik dan harga terjangkau.

Tingkatkan Daya Saing Perikanan Nasional melalui Sinkronisasi Fungsional

Sinkronisasi peran pemerintah daerah

Pengembangan WPP menjadi kebutuhan sekaligus  bisa mengenjot investasi di daerah. Misal di wilayah perairan Jawa Timur terus melakukan  pengembangan potensi perikanan.  Pembinaan kepada  para nelayan juga ditingkatkan untuk mengerem laju penurunan produksi perikanan di Jawa Timur yang  terus menurun sejak 2018. Ketika itu, posisi produksi mencapai 22,7  ribu ton sedangkan pada 2020 produksi perikanan menurun signifikan menjadi 15,9 ribu ton. Diharapkan produksi 2021 tidak lagi terjadi penurunan.

Padahal wilayah perairan Jawa Timur dikenal sebagai penghasil rajungan untuk andalan ekspor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, volume ekspor rajungan Januari - Februari 2020  mencapai 4.462 ton dengan nilai ekspor mencapai 70.065 ribu  dolar AS, meningkat 6,81 persen dibanding periode yang sama tahun 2019 yang sebesar 65.599 dolar AS.

Terkait upaya pengembangan investasi rajungan, Kasie Pengelolaan Sumber Daya Ikan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur, Jadmika Sufiadi  menceritakan, sejak Juni 2021  lalu sudah ditetapkan Tim Pengelolaan Sumber Daya dan dan Data Perikanan Rajungan. Anggotanya dari berbagai pihak, diantaranya melibatkan perguruan tinggi, asosiasi pengelola rajungan, dan NGO.

“Tim tersebut secara bersama-sama akan membahas pengelolaan rajungan yang berkelanjutan, termasuk bila ada kebijakan yang tumpang-tindih ketika diterapkan di lapangan,’ jelas dia.

Pihaknya juga menjalankan rencana kerja terkait pengkayaan habitat sumber daya rajungan dan  peningkatan pengelolaan rajungan berbasis masyarakat. Diantaranya mengedukasi kelompok nelayan bahwa rajungan yang boleh ditangkap sesuai Permen KP nomor 12/ 2020, hanya yang berukuran di atas 10 cm atau 60 gram per ekor.

Wilayah perairan Sulawesi Utara pun  lebih potensial dan dikenal sebagai penghasil ikan tuna. Potensi ekspor langsung produk tuna segar via direct call ke Jepang dan Singapura, sejak tahun 2020. Ekspor langsung tersebut membuat biaya logistik lebih murah. Waktu tempuh pun lebih singkat dari semula 9-15 jam menjadi 3,5 jam sehingga tetap terjaganya kualitas produk tersebut, serta melahirkan eksportir dan supplier baru dari UMKM.

Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Sulawesi Utara, Tineke Adam bercerita, pengembangan potensi KP pada WPP di Sulawesi Utara dilakukan dengan  mengoptimalkan fungsi pendataan dan analisis sumber daya ikan secara berkelanjutan di WPP 715 dan 716 dan mendorong peran pelabuhan perikanan di Sulawesi Utara. Penguatan kelembagaan nelayan skala kecil juga dilakukan dengan perbaikan mutu terutama penangkap ikan tuna atau cakalang. Termasuk mengintensifkan metode penguatan maupun ketersediaan anggaran untuk program-program pelatihan masyarakat di daerah kepulauan.

Tineke menambahkan, pembangunan infrastruktur pemasaran dan manajemen produk perikanan dari daerah kepulauan (Sitaro, Sangihe, Talaud) ke sentra perikanan di Sulawesi Utara seperti Bitung dan Manado yang relatif jauh, sehingga SKPT yang ada perlu dioptimalkan,” jelas Tineke. Dukungan pembiayaan dari pemerintah pusat  juga penting untuk segera mendorong masuknya investor pada industri processing tuna, cakalang atau tongkol di daerah kepulauan.

“Industri pengolahan ikan tuna sangat bergantung pada ketersediaan tuna yang ada di WPP 715 dan 716.  Karena itu kerjasama penangkapan ikan antar provinsi yang tergabung dalam WPP perlu diwujudkan  yaitu Provinsi Gorontalo, Sulawesi Tengah Maluku Utara, Maluku, Papua, dan Papua Barat. Kerjasama bisa berupa transfer teknologi, investasi, kapasitas kelembagaan dan pengembangan armada perikanan,” jelas dia.

Terkait optimalisasi WPP,  lanjut dia, perlu penguatan lembaga pengelolaan perikanan berbasis WPP. Termasuk didalamnya dasar hukum dan level kewenangan. Dalam tataran teknis, level nasional memberikan kebijakan arah tindakan pengelolaan dan implementasi rencana pengelolaan perikanan yang spesifik di masing-masing WPP melalui berbagai bentuk koordinasi seperti kelompok kerja, panel ilmiah, panel konsultatif, dan komisi pengelola.

“Juga diperlukan koordinasi yang jelas sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing, melibatkan unsur ilmiah (peneliti dan pakar) dalam panel ilmiah, serta pelibatan pemangku kepentingan masyarakat perikanan dalam panel konsultatif. Adapun tujuan akhir dari Lembaga pengelolaan perikanan WPP yaitu menjaga sumber daya ikan yang berkelanjutan,” ujar Tineke.(*)

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Terkini Bisnis: Sri Mulyani Masih Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,2 Persen, Bahlil Debat dengan Luhut

8 hari lalu

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait pemberian tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 untuk aparatur sipil negara (ASN) di Jakarta, Jumat 15 Maret 2024. Pemerintah menganggarkan  sebesar Rp48,7 triliun untuk pembayaran THR dan Rp50,8 triliun untuk gaji ke-13 ASN pada 2024 atau total tersebut naik Rp18 triliun dibandingkan anggaran pada 2023. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Terkini Bisnis: Sri Mulyani Masih Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,2 Persen, Bahlil Debat dengan Luhut

Sri Mulyani masih yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap bisa mencapai 5,2 persen pada tahun ini.


Inflasi Komoditas Perikanan 2,61 Persen, Ditopang Produksi Melimpah

8 hari lalu

Permintaan Ikan Meningkat Selama Ramadan dan Lebaran, KKP: Harganya Terjangkau dan Stabil
Inflasi Komoditas Perikanan 2,61 Persen, Ditopang Produksi Melimpah

KKP menargetkan inflasi komoditas perikanan tahun 2023 sebesar 3+1 persen.


KKP Anggarkan Rp 662 Miliar untuk Kesetaraan Gender, Ada 148 Ribu Perempuan di Sektor Perikanan

9 hari lalu

Para pekerja membongkar muat ikan di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta, Selasa, 23 Januari 2024. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan nilai ekspor hasil perikanan di dalam negeri pada 2024 sebesar USD7,20 miliar atau setara Rp112,1 triliun. Angka tersebut naik signifikan dari realisasi ekspor produk perikanan hingga November 2023, di mana nilai sementara ada di kisaran USD5,6 miliar atau setara Rp87,25 triliun. TEMPO/Tony Hartawan
KKP Anggarkan Rp 662 Miliar untuk Kesetaraan Gender, Ada 148 Ribu Perempuan di Sektor Perikanan

Anggaran untuk mendukung perempuan dan disabilitas yang ada dalam sektor perikanan nasional.


Eksploitasi Pekerja Sektor Perikanan Indonesia Masih Tinggi, Subsidi Nelayan Sulit

10 hari lalu

Delapan awak kapal WNI di  kapal kargo di Taiwan, 28 Oktober 2022. (ANTARA FOTO/FAHMI FAHMAL SUKARDI)
Eksploitasi Pekerja Sektor Perikanan Indonesia Masih Tinggi, Subsidi Nelayan Sulit

Pengusaha yang hanya mengejar keuntungan telah menyebabkan luasnya praktik kerja paksa, perdagangan manusia, dan perbudakan di sektor perikanan.


Edi Damansyah Dorong Produksi Perikanan Kukar

10 hari lalu

Edi Damansyah Dorong Produksi Perikanan Kukar

Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Edi Damansyah, membuat program Dedikasi Kukar Idaman untuk para nelayan dan pembudidaya ikan di Kecamatan Anggana.


Gagal, Isu Pertanian dan Subsidi Perikanan Belum Disetujui WTO

22 hari lalu

Para pekerja membongkar muat ikan di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta, Selasa, 23 Januari 2024. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan nilai ekspor hasil perikanan di dalam negeri pada 2024 sebesar USD7,20 miliar atau setara Rp112,1 triliun. Angka tersebut naik signifikan dari realisasi ekspor produk perikanan hingga November 2023, di mana nilai sementara ada di kisaran USD5,6 miliar atau setara Rp87,25 triliun. TEMPO/Tony Hartawan
Gagal, Isu Pertanian dan Subsidi Perikanan Belum Disetujui WTO

Isu soal pertanian dan subsidi perikanan belum disetujui dalam KTM13 WTO di Abu Dhabi lalu. Meski demikian, sudah disetujui sekitar 80 member WTO.


KKP Klaim Penerapan Sanksi Administratif Tingkatkan Efek Jera

31 hari lalu

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono bersama (kiri-kanan) Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Hubungan Luar Negeri Edy Putra Irawady, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Victor Gustaaf Manoppo dan Staf Khusus Bidang Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Publik Wahyu Muryadi memberikan keterangan kepada wartawan terkait Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Rabu, 31 Mei 2023. Tempo/Tony Hartawan
KKP Klaim Penerapan Sanksi Administratif Tingkatkan Efek Jera

Sejak penerapan sanksi administratif di sektor kelautan dan perikanan, KKP menyebut kebijakan tersebut mampu meningkatkan efek jera.


Tekstil Hingga Perikanan Diprediksi Terdampak Resesi Jepang, Batu Bara dan Nikel Waspada

38 hari lalu

Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida secara resmi membuka KTT Peringatan 50 Tahun Kemitraan ASEAN-Jepang di Tokyo, Minggu (17/12).
Tekstil Hingga Perikanan Diprediksi Terdampak Resesi Jepang, Batu Bara dan Nikel Waspada

Ekonom Indef menyebut sejumlah sektor bakal terdampak oleh resesi yang melanda Jepang, tujuan ekspor terbesar keempat Indonesia.


Penangkapan Ikan Ilegal: Peringkat Indonesia Melorot Jadi ke-6 Terburuk di Dunia

59 hari lalu

Anak Buah Kapal (ABK) kapal asing menunjukkan muatan hasil tangkapan di Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Kepulauan Riau, Selasa 31 Agustus 2021. Polair Polda Kepri mengamankan empat kapal nelayan asing yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal beserta sejumlah ABK berkewarganegaraan Vietnam di Perairan Natuna Utara yang termasuk ke dalam Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna
Penangkapan Ikan Ilegal: Peringkat Indonesia Melorot Jadi ke-6 Terburuk di Dunia

KKP akui ada peningkatan kasus dan denda penangkapan ikan ilegal yang ditangani.


Tak Setuju Giant Sea Wall, Walhi: Solusinya Evaluasi Industri Besar di Pantura Jawa

12 Januari 2024

Proyek Giant Sea Wall
Tak Setuju Giant Sea Wall, Walhi: Solusinya Evaluasi Industri Besar di Pantura Jawa

Walhi Indonesia menyoroti rencana pemerintah membangun tanggul laut raksasa atau giant sea wall di Pantura Jawa.