TEMPO Interaktif, Surabaya: Meski sama-sama menjadi korban lumpur Lapindo, namun warga empat Desa Siring, Jatirejo, Renokenongo dan Kedungbendo (termasuk didalamnya warga Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera), mendapatkan sistem pembayaran ganti rugi yang berbeda. Sedikitnya ada tiga model pembayaran, tapi semuanya tak ada yang beres.
Ganti rugi yang pertama adalah dengan sistem cash and carry yaitu pembayaran secara tunai dengan cara dicicil 20 persen dimuka dan sisanya 80 persen dibayar belakangan. Di lapangan, ganti rugi sistem pertama ini ternyata hanya bisa dilakukan jika warga memiliki sertifikat tanah. Walhasil mereka yang lebih dulu mendapat ganti rugi adalah warga di kompleks perumahan yang memiliki kelengkapan surat-surat tanah dan rumah.
Sebanyak 6.500 keluarga warga kompleks, setidaknya 4.000 setuju memilih sistem ganti rugi ini. "Tapi dari jumlah itu hingga saat ini baru 300 keluarga yang terbayar ganti ruginya. Selebihnya tidak jelas kapan dibayar," kata Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sidoarjo, Jalaluddin Alham, Selasa (2/12). Yang belum terbayar inilah, yang saat ini sedang berunjuk rasa di Jakarta untuk menuntut kejelasan ganti rugi.
Adapun ganti rugi model kedua, system cash and resettelment. Namanya memang keren. Ganti rugi ini berupa pemberian uang muka 20 persen dan sisanya 80 persen dirupakan dengan sebuah rumah di perumahan yang dibuat Lapindo di Kahuripan Nirwana Village, Sidoarjo.
Dari sekitar 2.500 warga yang memilih ganti rugi model ini, baru 400 yang mendapatkan pembayaran dari PT Minarak Lapindo Jaya, anak perusahaan PT Lapindo Brantas Inc. yang berafiliasi dengan usaha Grup Bakrie.
Ganti rugi model ketiga adalah ganti rugi yang tidak jelas arahnya hingga sekarang. Ketidakjelasan ini terakait dari ketidakmauan PT Lapindo membeli tanah dan rumah non sertifikat. Padahal mayoritas tanah korban khususnya diluar kompleks perumahan Perumtas adalah tidak dilengkapi dengan sertifikat.
"Tiga model ganti rugi ini tidak ada yang beres, penyelesaiannya tak kunjung tuntasr," ungkap Jalal. Dewan, kata dia, tak sanggup membendung kemauan korban lumpur berangkat ke Jakarta untuk memperjuangkan nasib mereka.
Vice President PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darusalam Tabusala mengatakan, Grup Bakrie saat ini mengalami kesulitan membayar ganti rugi korban lumpur Lapindo sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2007. "Krisis finansial sangat mempengaruhi keuangan Grup Bakrie, membuat semua perusahaan harus menghitung dan menjadwal ulang kegiatannya," katanya.
Andi mengatakan perusahaannya tidak bermaksud mengingkari janji. "Tapi supaya realistis, kami ingin dibolehkan mencicil dan menjadwal ulang pembayaran kepada warga," ujarnya. Adapun jumlah cicilan dan kapan bisa dibayarkan oleh Minarak, menurut Andi, saat ini dalam proses penghitungan. Ia berharap Minarak, pemerintah, dan warga bisa berunding ulang dan mencari jalan keluar permasalahan yang berbelit ini.
ROHMAN TAUFIQ