TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengkritik balik Arteria Dahlan yang menyebut partainya mengalami sindrom pascakekuasaan karena menyoal pengecatan pesawat kepresidenan. Menurut Herzaky, politikus PDI Perjuangan itu mengidap sindrom lupa.
"Arteria dan teman-temannya mengidap sindrom lupa yang akut," kata Herzaky dalam keterangannya, Kamis, 6 Agustus 2021.
Herzaky mengatakan, Presiden Joko Widodo yang ketika itu masih menjabat Gubernur DKI Jakarta, bersama Fraksi PDIP yang diwakili Tjahjo Kumolo dan Maruarar Sirait selaku tim sukses Jokowi, menolak pembelian pesawat kepresidenan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2014.
Mereka, kata Herzaky, ketika itu menganggap pesawat kepresidenan belum saatnya dibeli. Alasannya yakni anggaran yang ada lebih baik untuk pendidikan dan kesehatan atau mengelola bencana. Mereka juga mengusulkan pesawat kepresidenan dijual kembali.
Herzaky pun membandingkan kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) era SBY dan Jokowi. Menurut dia, publik mengetahui keuangan Indonesia lebih kuat pada era SBY, terlebih ketika itu tak ada pandemi Covid-19 seperti sekarang.
Dia mengatakan di era SBY-lah Indonesia berhasil membeli pesawat kepresidenan setelah 69 tahun merdeka. Herzaky menyebut itu tanda visioner seorang SBY memikirkan kepentingan presiden selanjutnya. SBY, kata Herzaky, hanya menggunakan pesawat kepresidenan itu dalam beberapa bulan dan beberapa kali saja.
Koordinator juru bicara Demokrat ini juga menilai Arteria Dahlan mengidap sindrom lupa terhadap Undang-Undang MD3. Dia mempersoalkan pernyataan Arteria yang menyebut Demokrat sudah membahas dan menyetujui anggaran pengecatan pesawat kepresidenan.
Menurut Herzaky, nomenklatur pengecatan pesawat merupakan satuan tiga. Adapun UU MD3 mengatur bahwa DPR tak bisa mengecek anggaran hingga ke satuan tiga. "Selaku anggota Dewan yang terhormat seharusnya Arteria sangat paham dengan UU MD3 yang layaknya buku panduan dasar anggota Dewan," ujarnya.
Berikutnya, Herzaky menyarankan Arteria membaca Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Ia mengatakan anggaran cat pesawat bisa dialihkan ke anggaran untuk penanganan pandemi.
"Jadi entah memang tidak paham, atau mau berbohong, ketahuan Arteria dan teman-temannya itu tidak benar kalau berdalih ini sudah dianggarkan sejak 2019, lalu sah-sah saja digunakan anggarannya," ujarnya.
Herzaky mengatakan pengecatan pesawat kepresidenan itu sangat tidak tepat momentum. Ia berujar, pemerintah masih banyak berutang untuk anggaran penanganan Covid-19, belum lagi masih banyak terjadi kekurangan oksigen, obat, vaksin, dan menunggaknya pembayaran insentif tenaga keseahtan.
"Jangan karena gagap dan gagal menangani pandemi ini lalu mencari kambing hitam dan mengalihkan perhatian publik dari kegagalan pemerintah menangani pandemi," kata Herzaky.
Arteria Dahlan sebelumnya menyentil Partai Demokrat yang mengkritik pengecatan pesawat kepresidenan dari biru menjadi merah putih. Dia menilai ada sindrom pascakekuasaan yang dialami oleh partai belambang bintang mercy itu.
"Jangan sampai publik terbawa permainan politik pihak-pihak yang merasakan 'post colour syndrome' yang merupakan pelesetan dari post power syndrome," kata Arteria Dahlan dalam keterangan tertulis, Rabu, 4 Agustus 2021.