Kedua orang ini merupakan warga Papua yang belum berhasil meminta suaka ke Australia, namun memilih kembali ke Indonesia. Yunus bersama 300 orang dalam kapal miliknya berlayar selama 3 bulan hingga terdampar di Melbourne, Australia atas permintaan Herman Wainggai, salah satu dedengkot separatis Papua.
Komisioner Sub Komisi Bidang Pendidikan dan Penyuluhan Komisi Hak Asasi Manusia, Saharudin Daming, menilai wajar kalau Yunus meminta perlindungan. "Kemungkinan ada kelompok separatis yang menganggap Yunus berkhianat dan menyimpang dari perlawanan mereka," katanya.
Pihaknya belum menemukan unsur pelanggaran Hak Asasi Manusia. "Kami hanya meminta rekomendasi jajaran keamanan untuk menanganinya," ucap Saharudin. Yunus sendiri, lanjutnya, belum menerima ancaman fisik dan psikis secara nyata.
Komisi menyatakan salut terhadap Pemerintah Australia karena sudah memberikan layanan selama tiga tahun bagi warga Indonesia di sana. Namun Saharudin menyesalkan sikap Australia yang ambivalensi pada warga Indonesia yang terdampar atau tersesat.
"Tindakannya brutal dan seolah-olah arogan dengan membakar perahu nelayan," katanya. Kondisi ini ironis dengan perlakuan pemerintah Indonesia terhadap pilot Australia yang pernah tersesat di Papua. Pesawatnya, ucap Saharudin dikembalikan tanpa gangguan.
Saharudin meminta Australia menghentikan pembakaran kapal nelayan Indonesia yang melwati batas. "Mudah-mudahan di bawah Perdana Menteri baru kebijakannya akan berubah."
DIANING SARI