TEMPO.CO, Jakarta - Dalam tafsirannya di masyarakat, gratifikasi memiliki arti yang sangat luas dan kerap diartikan dengan tindakan penyelewengan atau penggelapan uang untuk kepentingan pribadi atau golongan laiknya tindakan korupsi.
Menurut UU No. 20 tahun 2001, penjelasan pasal 12b ayat (1), gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik diterima di dalam negeri maupun di luar negeri, dan dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik ataupun tanpa sarana elektronik.
Menukil kanal kpk.go.id, tindakan gratifikasi perlu dilaporkan karena korupsi acap kali berawal dari kebiasaan yang tidak disadari oleh setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negera, misalnya penerimaan hadiah oleh pejabat penyelenggara atau pegawai negeri dan keluarganya dalam suatu acara pribadi, atau menerima pemberian suatu fasilitas tertentu yang tidak wajar.
Menurut KPK (Komisi Pemberantas Korupsi), hal semacam ini lambat-laun akan menjadi yang mempengaruhi pengambilan keputusan, baik pegawai negeri ataupun pejabat negara yang bersangkutan. Walaupun banyak berpendapat hal tersebut hanya tanda terimakasih, situs tersebut mencatat, pemberian tersebut bisa berupa jabatan serta kemungkinan adanya kepentingan-kepentingan dari pemberi.
Berdasarkan UU No. 28 Tahun 1999, Bab II Pasal 2, penyelenggara negara meliputi pejabat negara pada lembaga tertinggi negara; pejabat negara pada lembaga tinggi negara; menteri; gubernur; hakim; pejabat negara lainnya seperti duta besar, wakil gubernur, bupati; wali kota dan wakilnya;
Selain itu, pejabat yang memiliki fungsi strategis seperti: komisaris, direksi, dan pejabat struktural pada BUMN dan BUMD; pimpinan Bank Indonesia; pimpinan perguruan tinggi; pejabat eselon I dan pejabat lainnya yang disamakan pada lingkungan sipil dan militer; jaksa; penyidik; panitera pengadilan; dan pimpinan proyek atau bendaharawan proyek.
Berdasarkan laporan Unit Pengendalian Gratifikasi Kementerian Kelautan dan Pertanian (UPG KKP) dalam upg.kkp.go.id, untuk pegawai negeri yang menerima gratifikasi UU No 31 Tahun 1999—telah diubah menjadi No. 20 Tahun 2001—ialah, pegawai pada MA dan MK, pegawai kementerian atau departemen dan LPDN, pegawai Kejagung, pegawai Bank Indonesia, pimpinan dan pegawai pada sekretariat MPR, DPR, DPD, DPRD Provinsi atau Dati II; pegawai pada perguruan tinggi.
Lebih lanjut, pegawai pada komisi atau badan yang dibentuk berdasarkan UU, Kepres, maupun PP; pimpinan dan pegawai pada sekretariat presiden, sekretariat wakil presiden, dan seskab dan sekmil; pegawai pada BUMN dan BUMD; pegawai pada lembaga peradilan; anggota TNI dan Polri serta pegawai sipil di lingkungan TNI dan Polri; serta pimpinan dan pegawai di lingkungan pemerintah daerah daerah tingkat I dan II.
GERIN RIO PRANATA
Baca: Temuan Gratifikasi KPK Selama ini Bukan Hanya Uang, Ada Seks Hingga Lukisan