INFO NASIONAL - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan kembali mendorong Presiden Joko Widodo untuk melakukan evaluasi terhadap komunikasi dan pernyataan di antara para Menteri. Ia menilai, Menteri Kabinet Indonesia Maju seringkali mengeluarkan pernyataan kontraproduktif di hadapan publik di tengah situasi pandemi ini.
Syarief menyebutkan sebelumnya Menko Maritim dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Panjaitan dengan Menko Muhajir Effendy menyatakan pendapat yang saling berbeda. Kini yang terbaru, Menkopolhukam Mahfud MD dengan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan kembali memberikan pernyataan kontraproduktif pada Kamis, 29 Juli 2021.
Diketahui, Menko Polhukam Mahfud MD menyebut bahwa Pemerintah enggan meminta bantuan ke negara lain. Pernyataan ini bertolak belakang dengan pernyataan Menko Marves Luhut Binsar yang menyebut Pemerintah telah meminta bantuan kepada negara-negara sahabat, antara lain Singapura dan China.
Syarief menilai pernyataan Menkopolhukam yang menyebut pemerintah enggan meminta bantuan kemungkinan ingin menunjukkan bahwa Indonesia masih mampu mengatasi COVID-19 meski saat ini kondisi negara sangat memprihatinkan.
Menurutnya, penanganan COVID-19 di Indonesia harus diakui tengah berada di kondisi sulit. Baik di fasilitas kesehatan antara lain rumah sakit, penyediaan vaksin, maupun ketersediaan obat-obatan yang mengakibatkan jumlah terinfeksi COVID-19 positivity rate semakin meningkat. Bahkan mencapai 25,07 persen, jauh dari batas yang ditetapkan WHO maksimal 5,0 persen. Ia pun menilai hubungan baik antara Indonesia dengan berbagai negara mesti dipupuk dengan baik.
"Pemerintah harus menjaga hubungan baik dengan negara lain, khususnya negara yang telah membantu penanganan maupun vaksinasi COVID-19 di Indonesia. Jangan sampai pernyataan-pernyataan yang kontraproduktif dan terkesan tidak butuh, membuat negara lain enggan membantu Indonesia di tengah situasi darurat COVID-19," ucap Syarief dalam keterangannya, Jumat, 30 Juli 2021.
Ia pun menekankan Menko Marves menyatakan telah meminta bantuan negara-negara lain seperti China dan Singapura. Hal ini menunjukkan secara eksplisit, Indonesia mengakui tidak mampu dan memerlukan bantuan negara sahabat dalam penanganan pandemi COVID-19. Terlebih, kini semakin banyak negara-negara sahabat yang telah melarang WNI mengunjungi negara mereka. Bahkan ada negara yang melarang warganya berkunjung ke Indonesia.
"Setiap kebijakan yang akan ditempuh perlu koordinasi yang baik, tepat dan kompak. Mungkin sebaiknya Presiden Jokowi mengambil alih memimpin langsung penanganan pandemi COVID-19 mengingat pula saat ini belum ada tanda-tanda perbaikan atau melandai, bahkan diprediksikan Indonesia adalah negara terakhir yang bisa keluar dari krisis pandemi COVID-19," katanya.
Syarief menilai Indonesia akan semakin kesulitan untuk keluar dari krisis Pandemi COVID-19 jika tidak melakukan evaluasi menyeluruh. (*)