TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Yan P Mandenas, mengecam keras aksi kekerasan yang dilakukan dua anggota TNI Angkatan Udara terhadap warga Papua di Merauke, Papua, pada Selasa, 27 Juli 2021 lalu. Ia mengatakan hal ini bukan pertama kalinya terjadi.
"Masalahnya adalah kejadian ini bukan yang pertama kali, dan selalu berulang di kemudian hari. Masih dalam ingatan, kasus rasisme di Malang dan Surabaya yang berujung pada kriminalisasi mahasiswa Papua, demo serentak di Papua, hingga pemutusan sinyal internet oleh negara. Kini, ingatan atas itu muncul jelas kembali," kata Yan dalam keterangan tertulis, Kamis, 29 Juli 2021.
Anggota DPR Dapil Papua itu juga melihat insiden tersebut tak semata soal kekerasan, tapi juga simbol perendahan martabat, rasisme, dan diskriminasi. Selain mencoreng nama baik institusi TNI dan wajah negara di hadapan orang Papua, ia juga menyebut kejadian ini menunjukan mengindikasikan bahwa adanya pelanggengan rasisme dari sisi struktural dan budaya oleh oknum dalam institusi negara.
“Atas dasar apa mereka bertindak seperti itu? Tentu, itu karena mereka merasa berhak melakukannya," kata Yan.
Menurut Yan, ini adalah bentuk pikiran rasisme, yang merasa superior sehingga berhak menindas orang karena orang lain penyandang identitas tertentu yang dianggap lebih inferior sehingga dianggap pantas ditindas.
"Padahal, jelas secara prinsip moral dan konstitusi, tidak boleh ada seorang pun yang boleh diperlakukan secara tidak adil, direndahkan martabatnya, apalagi disiksa dan diperlakukan secara keji seperti itu, tanpa proses hukum," kata Politikus Partai Gerindra itu.
Dengan insiden ini, Yan mengatakan aparat negara akhirnya nampak hanya mempertegas sikap antagonisnya terhadap orang asli Papua.
Meski begitu, Yan juga mengapresiasi pihak TNI AU yang segera merespons dengan penyesalan dan permintaan maaf atas insiden ini. Selain itu, Komandan Pangkalan Udara (Danlanud) Johanes Abraham Dimara di Merauke, Kolonel Pnb Herdy Arief Budiyanto dan Komandan Satuan Polisi Militer (Dansatpom) Lanud setempat juga ikut dicopot.
Namun ia menyebut pencopotan saja dinilai belum cukup, belum menyelesaikan permasalahan secara signifikan. Diperlukan pembenahan secara intern dan menyeluruh. Yan mendorong adanya pembenahan dari internal TNI mengenai cara pandang terhadap tindakan rasisme. Juga mengembangkan pola pikir terbuka atas setiap individu.
"Selanjutnya, proses hukum harus tetap berjalan. Keadilan perlu ditegakkan dengan menindak tegas para pelaku. Ini untuk keadilan kemanusiaan dan sebagai upaya mencegah hal serupa terjadi," kata Yan.
Baca: Usai Kasus TNI AU, Polisi Diduga Lakukan Pemukulan pada Warga Nabire Papua