TEMPO.CO, Jakarta - Eks Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara, Tjandra Yoga, meminta pemerintah sangat berhati-hati jika ingin melonggarkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM.
Ia meminta pemerintah mempertimbangkan tiga hal. Yaitu, korban sakit dan bahkan meninggal, beban rumah sakit atau fasilitas yayasan kesehatan. "Dan pada ujungnya kemungkinan dampak pada roda ekonomi juga kalau kasus menjadi naik tidak terkendali," ujar Yoga dalam keterangannya, Ahad, 25 Juli 2021.
Sebelumnya, pemerintah berencana melonggarakan pembatasan pada Senin, 26 Juli 2021. Presiden Joko Widodo menuturkan pelonggaran bisa diambil jika kasus Covid-19 menurun.
Ia mengatakan hingga saat ini potensi penularan di masyarakat masih sangat tinggi. Hal ini, kata dia, bisa dilihat dari angka positivity rate dalam beberapa hari terakhir yang masih sekitar 25 persen. Bahkan jika berdasarkan PCR maka angkanya lebih dari 40 persen.
Belum lagi, kata Yoga, saat ini Indonesia berhadapan dengan varian delta yang angka reproduksinya sekitar 5,0 - 8,0. "Sehingga pembatasan sosial masih amat diperlukan untuk melindungi masyarakat kita dari penularan dan dampak buruk penyakit Covid-19," tuturnya.
Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu mengingatkan, jangan sampai kebijakan pelonggaran yang diambil karena pertimbangan ekonomi, lantas membuat situasi epidemiologi jadi memburuk. "Maka dampak ekonominya, malah bukan tidak mungkin, jadi lebih berat lagi," ujarnya.
Dalam situasi sekarang ini, kata dia, pemerintah dapat mengambil opsi penyesuaian, misalnya, sektor formal yang menerima gaji bulanan tetap bekerja dari rumah sementara sektor informal bisa mulai dilonggarkan bertahap. "Salah satu penyesuaian terbaik adalah bentuk PPKM setidaknya tetap seperti sekarang, tetapi semua sektor terdampak mendapat bantuan sosial," ujar Yoga.
Baca juga: Rencana Pelonggaran PPKM, Eks Direktur WHO Minta Pemerintah Pertimbangkan 3 Hal