TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch meminta Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri mengundurkan diri. ICW beranggapan sikap itu layak dilakukan menyusul temuan Ombudsman mengenai pelanggaran prosedur dan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK).
“Berangkat dari banyaknya permasalahan di tubuh KPK, ICW mendesak agar Ketua KPK Firli Bahuri segera mengundurkan diri,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana lewat keterangan tertulis, Jumat, 23 Juli 2021.
ICW menganggap hasil TWK sejak awal mengundang banyak kecurigaan. Sebagian besar pegawai yang disingkirkan, kata dia, adalah mereka yang punya rekam jejak panjang dalam pemberantasan korupsi. Mereka yang disingkirkan juga sedang menangani kasus-kasus besar di KPK.
Kurnia menganggap temuan Ombudsman bukan satu-satunya bukti kebobrokan KPK di bawah pimpinan era Firli. Dia mengatakan contoh lainnya, penurunan angka operasi tangkap tangan.
Pada 2020, KPK hanya mampu melakukan tujuh operasi tangkap tangan. KPK gagal menangkap buronan Harun Masiku, dan banyaknya kebocoran informasi. Tak hanya sektor penindakan, Kurnia beranggapan di bidang pencegahan pun Badan Pemeriksa Keuangan telah menemukan indikasi bahwa tindakan KPK tidak efektif.
Selain itu, tingkap kepercayaan masyarakat terhadap KPK merosot di era Firli Bahuri. Kurnia mengatakan sedikitnya delapan lembaga survei pada 2020 mengkonfirmasi degradasi kepercayaan publik terhadap komisi antirasuah. “Situasi ini belum pernah terjadi pada era kepemimpinan komisioner sebelumnya,” kata Kurnia.
Di bawah kepemimpinan Firli Bahuri, Kurnia mengatakan tata kelola birokrasi dan kepegawaian KPK juga bermasalah. Hal itu, kata dia, dapat dilihat dari penggemukan birokrasi di KPK yang pertama kali muncul melalui Perkom 7 tahun 2020 tentang OTK KPK, dan mekanisme perekrutan maupun pengangkatan sejumlah pejabat struktural di KPK, yang diduga kuat sengaja diletakkan pada posisi tersebut, untuk menjaga dan mendukung posisi Firli Bahuri di KPK.
Kurnia mengatakan dengan kondisi itu, mekanisme mengundurkan diri bagi pimpinan KPK (Firli Bahuri) terbuka lebar. Ada dua peraturan perundang-undangan yang mengakomodir hal itu, di antaranya: Pasal 32 ayat (1) huruf c UU 19/2019 tentang KPK, yang menyebutkan Pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan karena melakukan perbuatan tercela dan TAP MPR No VI/2001 yang menyatakan siap mundur dari jabatan politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Baca juga: Begini Respons KPK terhadap Temuan Ombudsman Soal Maladministasi TWK