TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut rekomendasi atas aduan tes wawasan kebangsaan (TWK) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemungkinan keluar pada akhir Juli 2021.
"Komnas HAM berharap seluruh data, fakta, dan informasi tersebut segera dirampungkan pada akhir Juli 2021, mengacu pada situasi dan kondisi pandemi COVID-19," kata Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam, Kamis 22 Juli 2021.
Tim Pemantauan dan Penyelidikan kasus TWK pegawai KPK, kata dia, telah melakukan pendalaman keterangan ahli. Hal itu merupakan ketiga kalinya dilakukan terkait penggalian dari ahli.
Ahli yang dimintai keterangan oleh Komnas HAM yakni ahli hukum tata negara yang dilakukan secara virtual. Pendalaman keterangan ahli guna memperkuat konsep, hukum dan konsekuensi kewenangan, hirarki kelembagaan dan kepatuhan terhadap hukum. "Hal ini merupakan bagian dari tata kelola suatu negara hukum," ujar dia.
Pada 21 Juli, Komnas HAM juga melakukan pendalaman detail dan klarifikasi dari beberapa informasi kepada sejumlah pegawai KPK. Hal ini guna memastikan perkembangan faktual antara satu dengan yang lain.
Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan ada dugaan penyimpangan prosedur tes wawasan kebangsaan dalam pemeriksaan yang berbeda. Salah satu dugaan maladministrasi ini adalah backdate kontrak swakelola antara KPK dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai pelaksana tes.
Ombudsman menemukan nota kesepahaman pengadaan barang atau jasa melalui swakelola antara Sekretaris Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) ditandatangani pada 8 April 2021, dan kontrak diteken pada 26 April 2021.
"Namun, dibuat dengan tanggal mundur menjadi 27 Januari 2021. ORI berpendapat BKN dan KPK melakukan penyimpangan prosedur terhadap hal itu," kata Anggota ORI Robert Na Endi Jaweng melalui konferensi pers daring pada Rabu, 21 Juli 2021.
Ombudsman telah menyerahkan rekomendasi mereka kepada Ketua KPK Firli Bahuri, Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana, dan Presiden Joko Widodo.