TEMPO.CO, Jakarta - Dosen komunikasi politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menilai Presiden Joko Widodo atau Jokowi menggunakan gaya komunikasi bersayap saat mengumumkan perpanjangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat Jawa-Bali.
"Saya melihat memang model komunikasi pemerintah ini bersayap," kata Adi ketika dihubungi, Rabu, 21 Juli 2021.
Dalam pernyataan lewat video yang diunggah di kanal Youtube Sekretariat Presiden, perpanjangan PPKM darurat hingga 25 Juli tak disampaikan Jokowi secara gamblang. Padahal kalimat itu tertera dalam salinan poin-poin pidato Presiden yang beredar di kalangan wartawan.
Akan tetapi, perpanjangan hingga 25 Juli ini ditulis dalam unggahan akun Twitter dan Instagram Presiden. Juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman, belum menjawab pertanyaan Tempo ihwal perbedaan pengumuman Jokowi tersebut.
Menurut Adi Prayitno, tak mungkin Jokowi terlewat membaca kalimat tersebut dalam teks pidatonya. Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia ini menilai perbedaan gaya komunikasi tersebut menggambarkan keraguan pemerintah. "Ini bagian dari bentuk kegamangan pemerintah apakah PPKM itu tegas mau diperpanjang atau tidak," ujar dia.
Adi menjelaskan, perpanjangan PPKM darurat akan berimplikasi kepada sektor ekonomi. Namun di sisi lain, pemerintah tak bisa memastikan kasus Covid-19 menurun pada 25 Juli nanti.
"Logika sederhananya, kalau tidak ada penurunan berarti tidak ada pelonggaran. Sekarang yang juga dipertanyakan, kalau dilonggarkan, mana fakta dan data penurunannya," ucap Adi.
Adi mengimbuhkan, bersayapnya gaya komunikasi yang digunakan Presiden Jokowi ini ibarat ingin memberikan 'angin surga' kepada publik. Menurut dia, publik seolah-olah hendak diyakinkan bahwa penanganan Covid-19 akan terkendali sehingga ada pelonggaran pembatasan PPKM Darurat.
Baca juga: Ini Pidato Lengkap Presiden Jokowi saat Perpanjang PPKM Darurat