INFO NASIONAL – Memperkuat kerangka hukum, kebijakan, dan peraturan terkait migrasi tenaga kerja di sektor perikanan dan pemrosesan hasil perikanan serta boga bahari di Asia Tenggara, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) bersama International Labour Organization (ILO) menyelenggarakan diskusi bertajuk “Program Ship to Shore Rights Southeast Asia”, Rabu, 21 Juli 2021.
Diskusi virtual ini memberi kesempatan konsultasi kepada seluruh pemangku kepentingan untuk mengidentifikasi area aksi prioritas, sekaligus menangkap berbagai pandangan yang beragam dan representatif dari pekerja, pemberi kerja, pemerintah, sektor swasta, para pembeli, organisasi non pemerintah, masyarakat sipil, peneliti, dan para mitra pembangunan.
"Selama diskusi, didapatkan informasi bahwa beberapa pemangku kepentingan telah memiliki atau dalam proses mendirikan pusat-pusat layanan untuk sektor perikanan dan pengolahan hasil ikan," kata Sekjen Kemnaker Anwar Sanusi yang merangkap co-chair National Programme Advisory Committee (NPAC) Meeting.
"Para peserta banyak gagasan dan usulan kegiatan. Banyak permasalahan dalam sektor perikanan muncul dan didiskusikan dan solusi pun ditawarkan dengan niat untuk memperbaiki situasi, agar dapat lebih mendukung dan melindungi para pekerja migran," katanya melanjutkan.
Ada pula usulan untuk pengembangan lebih lanjut dari apa yang sudah dimiliki, namun hingga saat ini masih terkendala adanya ketidaktepatan dalam memahami lingkup dan keefektifan layanan yang saat ini diberikan, serta termasuk apa yang dapat dikembangkan kemudian.
"Misalnya, Kemnaker kini telah memiliki Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) di beberapa lokasi. Terkait awak kapal ikan, beberapa peserta merasa perlu untuk meng-upgrade kurikulum pelatihan maritim yang saat ini ada untuk memastikan bahwa kurikulum tetap relevan dengan kebutuhan awak kapal ikan migran bekerja di kapal-kapal ikan asing," ujar Anwar.
Sementara itu, menurut Koordinator Program Nasional Ship to Shore Rights Southeast Asia (SEA) Programme ILO, Alberta Bonasahat, tujuan lain dari diskusi ini yaitu melindungi hak-hak tenaga kerja dan mendorong lingkungan kerja yang aman dan nyaman, bagi para pekerja migran sepanjang siklus migrasi, mulai dari masa perekrutan hingga akhir masa kontrak kerja.
Selanjutnya memberdayakan pekerja migran, keluarga mereka, organisasi, dan komunitasnya dalam mendorong terwujudnya dan menjalankan hak-hak mereka. "Gagasan dan usulan aksi yang mengemuka dalam dialog ditangkap dan didokumentasi, area aksi prioritas akan menjadi dasar pengembangan rencana kerja Ship to Shore Rights SEA Indonesia," kata Albert. (*)