TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta mencabut hak politik mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo selama 3 tahun. Hakim memvonis Edhy terbukti bersalah melakukan korupsi dalam ekspor benih lobster. Dengan pencabutan itu, Edhy dilarang memegang jabatan publik selama 3 tahun setelah nantinya bebas dari penjara.
“Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Albertus Usada dalam sidang pembacaan vonis, Kamis, 15 Juli 2021. Hukuman tambahan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hakim mencabut hak politik Edhy selama 4 tahun.
Sementara, hakim menjatuhkan pidana pokok kepada Edhy berupa hukuman penjara selama 5 tahun bui dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan. Vonis hakim sama dengan tuntutan jaksa.
Hakim menyatakan Edhy bersama bawahannya terbukti menerima suap US$ 77 ribu dan Rp 24,6 miliar untuk mempermudah pengajuan ekspor benur. Selain itu, hakim mewajibkan Edhy membayar uang pengganti sebanyak US$ 77 ribu dan Rp 9,6 miliar.
Majelis hakim menimbang hal yang memberatkan, mantan politikus Partai Gerindra itu dianggap tidak mendukung program pemberantasan korupsi, tidak memberikan teladan yang baik dan menikmati uang hasil korupsinya. Sementara pertimbangan yang meringankan, Edhy dianggap berlaku sopan, belum pernah dihukum dan harta hasil korupsi telah disita. Vonis majelis hakim, sama dengan tuntutan jaksa KPK yaitu 5 tahun penjara.
Atas putusan itu, jaksa mengatakan akan pikir-pikir. Begitupun Edhy Prabowo. “Kami akan pikir-pikir, yang mulia,” kata Edhy dalam persidangan.