TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy menilai pemerintah terburu-buru merevisi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua). Ia mengatakan pemerintah malah tidak mengevaluasi pelaksanaan pasal-pasal yang berkaitan dengan pemenuhan hak asasi manusia orang Papua.
"Kesempatan evaluasi ini tidak dilakukan, kemudian pemerintah terburu-buru melakukan revisi," kata Yan Christian kepada Tempo pada Rabu malam, 14 Juli 2021.
Advokat dan pembela HAM di Papua ini mengatakan, Pasal 45 UU Nomor 21 Tahun 2001 mengamanatkan pemerintah untuk menegakkan, memajukan, melindungi, dan menghormati HAM di Papua. Caranya dengan membentuk perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, pengadilan HAM, dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Papua.
Hingga saat ini, baru terbentuk perwakilan Komnas HAM di Papua. Namun pengadilan HAM dan KKR belum tampak realisasinya kendati UU Otsus Papua sudah berlaku hampir dua dekade.
"Kenapa sampai menjelang 20 tahun KKR dan pengadilan HAM tidak ada, itu kan harus dilakukan evaluasi bersama-sama," kata Yan Christian.
Pemerintah dan DPR telah mengesahkan RUU Otsus Papua menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR pada hari ini, Kamis, 15 Juli 2021. Ada 20 pasal yang mengalami perubahan, yakni tiga pasal usulan pemerintah dan sisanya usulan Dewan.
Poin utama revisi yang sejak awal diusulkan pemerintah ialah ihwal perpanjangan dana otonomi khusus dan kewenangan pemekaran wilayah. Lewat dua perubahan ini, pemerintah dinilai ingin melakukan sentralisasi kekuasaan di Papua dan Papua Barat.
Menyangkut pemekaran wilayah, misalnya, dalam aturan anyar, pemerintah dan DPR dapat memekarkan wilayah Papua tanpa tahapan daerah persiapan. Padahal, UU Otsus yang lama mengatur bahwa pemekaran wilayah dilakukan atas persetujuan Majelis Rakyat Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua.
"Saya lihat revisi ini bertujuan untuk pemerintah bisa mengintervensi pemekaran tanpa mempertimbangkan aspek-aspek lokal yang ada di Papua, misalnya soal kesatuan sosial budaya, filosofis, adat istiadat, macam begitu," ujar Yan Christian.