TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, menduga Presiden Joko Widodo atau Jokowi tak mendapatkan informasi yang lengkap ihwal vaksin gotong royong individu alias vaksin berbayar. Ia menengarai informasi dari para menteri pengusul hanya samar saja sehingga Presiden menyetujui program vaksin tersebut.
Pandu menduga gagasan vaksin Covid-19 berbayar itu datang dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir.
Ia menduga mereka hanya menyampaikan bahwa vaksin gotong royong akan diperluas untuk individu lantaran banyak masyarakat yang menginginkannya. "Presiden kalau diinformasikan seperti itu tidak bisa bilang tidak," kata Pandu ketika dihubungi, Rabu, 14 Juli 2021.
Menurut Pandu, akan lain halnya jika Presiden ditanya apakah setuju bila masyarakat diminta membayar untuk vaksin. Sebab, Presiden sebelumnya menyatakan vaksin bersifat gratis untuk masyarakat. "Saya kira Presiden tidak mendapat informasi yang lengkap. Saya percaya Presiden masih memegang janji bahwa vaksin gratis," kata Pandu.
Program vaksin Covid-19 berbayar untuk individu sedianya dimulai pada Senin lalu, 12 Juli 2021. Namun, PT Kimia Farma Tbk selaku penyelenggara akhirnya menunda pelaksanaannya. Menurut Pandu, bisa jadi Istana yang memerintahkan penundaan ini lantaran ramainya protes pelbagai pihak.
Pandu melanjutkan, yang harus dilakukan saat ini adalah membujuk Presiden Jokowi agar tegas melihat ekses negatif dari vaksin berbayar. Jika Jokowi tak merestui program ini, Pandu meyakini Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin akan dengan senang hati mencabut Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2021. "Karena itu bukan maunya dia. Menkesnya jangan disudutkan karena biangnya bukan dia, dalangnya KPC-PEN, BUMN (Erick Thohir) sama Airlangga," ujarnya.
Baca juga: Epidemiolog Sebut Airlangga dan Erick Thohir Dalang Gagasan Vaksin Berbayar