INFO NASIONAL- Azan Subuh baru saja selesai berkumandang. Ayam berkokok dengan lantang, tanda pagi akan segera datang. Setelah menunaikan kewajibannya sebagai seorang Muslim, Saparman (50 tahun) berjalan menuruni tangga dengan bantalan lutut untuk menyiapkan dagangannya di lantai dasar Rusunawa Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang menjadi tempat tinggalnya selama 11 tahun terakhir.
Sebuah motor roda tiga listrik dari Kemensos terparkir gagah di sana. Di belakangnya ada rak kaca berisi rentengan kopi, susu, teh tarik dan tisu bungkus berbagai merek, mi instan cup, serta masker non medis yang disusun rapi. Tak lupa, Saparman membawa termos beris air panas di rak tersbeut.
Begitu mentari bersinar, Suparman mengendarai motor listriknya menuruni ramp rusun, menyusuri jalan raya di Baleendah dengan tujuan SMPN 1 Baleendah."Biasanya saya keliling Baleendah, Bojongsoang, Dayeuhkolot, Batununggal, Kebon Kelapa sampai ke Alun-alun Kota Bandung dan Masjid Raya Bandung, tapi karena sedang PPKM jadi hanya keliling di sekitar Baleendah dan Buahbatu," katanya saat ditemui 12 Juli 2021.
Setelah mangkal di sekolah, Saparman berpindah tempat ke Rumah Sakit Al Ihsan Baleendah hingga Zuhur, lalu pulang untuk mengisi termos dan beristirahat. "Sorenya saya berangkat lagi ke Carrefour Buah Batu, jualan sampai Maghrib atau sampai air termos habis, lalu pulang lagi jam 7 malam," kata Saparman.
Sebelum mendapatkan bantuan ATENSI dari Kemensos berupa motor roda tiga listrik, Saparman berjualan tisu di berbagai sudut jalan arteri Kota Bandung. "Dulu sama sekali tidak ada alat bantu, saya jalan pakai dengkul dan bawa ransel di punggung, sementara di masing-masing tangan saya pegang tiga tisu bungkus untuk ditawarkan ke pengemudi mobil yang lewat di Dago, Braga dan Leuwipanjang," kenangnya.
Sebelum punya motor listrik, Saparman harus berganti-ganti moda transportasi untuk berjualan dari satu daerah ke daerah lain. Dengan pendapatan minim, Saparman merasa bersyukur karena masih banyak orang baik yang membantunya. "Sopir-sopir angkot enggan menerima ongkos yang saya berikan, malahan saya yang dikasih uang oleh mereka,” ujar perantau asal Padang Pariaman ini.
Setelah mendapatkan bantuan motor roda tiga listrik, kini Saparman beralih profesi menjadi penjaja tisu dan minuman keliling. "Sehari minimal dapat Rp 45 ribu, paling banyak bisa Rp 80 ribu-Rp 120 ribu. Alhamdulillah meskipun gak tentu tapi masih cukup untuk makan sehari-hari dan beli stok jualan selanjutnya," katanya.
Karena berjualan keliling Kota dan Kabupaten Bandung, pelanggannya pun tersebar di berbagai tempat. Adek (64 tahun) adalah salah satu pelanggan setia Saparman. Adek mengaku sudah mengenal Saparman sejak 2007 saat mereka berdua berjualan bersampingan di SMPN 1 Baleendah.
"Dulu pas Abah (Saparman) masih pakai kaki palsu di salah satu kakinya, dia jualan cilok pakai gerobak, sementara saya yang dulu jualan kopi," kata pedagang fried chicken dan cilok goreng ini.
Adek Ia turut senang dengan bantuan ATENSI Kemensos yang diterima Saparman. "Alhamdulillah dengan adanya bantuan ini semoga bisa memudahkan Abah berjualan karena bisa keliling kemana-mana," katanya.Bima Muhammad Arief (28 tahun), pengemudi ojek daring, beberapa kali membeli dagangan Saparman.
Sesuai arahan Menteri Sosial Tri Rismaharini, tahun ini Kemensos mendorong mobilitas penyandang disabilitas dengan membuat alat bantu disabilitas sebanyak 490 unit dengan total nilai Rp15 miliar.
Saparman merasa bersyukur dan berterima kasih kepada Kemensos karena menjadi salah satu penerima bantuan ATENSI berupa motor roda tiga listrik dan modal usaha yang ia terima dari Balai "Inten Suweno" Cibinong Juni lalu. "Motor ini jadi 'kaki' pengganti saya dalam menyambung hidup dan harapan," ujarnya. Dia berharap agar bisa menambah modal usaha agar jenis barang yang dijualnya bertambah. (*)