TEMPO.CO, Jakarta - Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia atau Mabes Polri menelusuri informasi permohonan gugatan praperadilan yang diajukan salah satu keluarga dari terduga teroris Makassar, Sulawesi Selatan.
"Kami masih menelusuri gugatan itu benar sudah didaftarkan atau belum. Itu belum dapat laporan resmi dari Densus 88," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Mabes Polri Kombes Ahmad Ramadhan, Jumat, 9 Juli 2021.
Tim Detasemen Khusus atau Densus 88 Antiteror Polri digugat praperadilan oleh keluarga tersangka kasus dugaan tindak pidana terorisme Makassar yang diajukan melalui kuasa hukumnya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Muslim.
Sidang Praperadilan atas kasus penangkapan dua tersangka teroris oleh Densus 88 Antiteror Polri di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Rabu, 7 Juli 2021 akhirnya ditunda pada 21 Juli 2021 karena Densus sebagai termohon tidak hadir di persidangan.
Ramadhan menjelaskan telah menanyakan perihal gugatan tersebut kepada Densus 88, namun belum mendapat jawaban. Menurut dia, Polri akan merespons gugatan tersebut apabila telah mendapat keterangan dari Densus ihwal kebenaran gugatan praperadilan. "Untuk menjawab perihal itu, pertama harus ditanyakan terlebih dahulu benar ada gugatan praperadilan keluarga tersangka, apa responsnya harus dari Densus," tutur Ramadhan.
Saat ditanyakan apakah nama tersangka Muslimin J dan Wahyudin ada di antara 58 tersangka teroris Villa Biru Mutiara, Makassar yang telah dipindahkan ke Jakarta pada 1 Juli 2021, Ramadhan membenarkan.
Sebelumnya, keluarga tersangka kasus dugaan tindak pidana terorisme Makassar telah mengajukan gugatan praperadilan ihwal penangkapan terhadap tersangka. Tim Densus 88 Antiteror sebagai pihak tergugat (termohon).
Abdullah, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Muslim mengatakan, gugatan praperadilan kepada Densus 88 Antiteror atas penangkapan dua terduga masing-masing Muslimin J dan Wahyudin melalui kedua istrinya sebagai klien, yakni Andi Zakiyah Nurhafizah istri Muslimin J dan Syamsinar istri Wahyudin.
Pemohonan gugatan telah didaftarkan beberapa waktu lalu ke Pengadilan Negeri Makassar hingga permohonan disetujui untuk disidangkan. Hanya saja, pihak tergugat tidak hadir dan ditunda dua pekan depan.
Menurut Abdullah, gugatan Praperadilan yang didaftarkan hanya gugatan dari kliennya, Andi Zakiyah Nurhafizah. Dia mempertanyakan penangkapan dan penahanan terhadap suaminya karena dinilai tidak sesuai prosedur. Sedangkan kliennya, Syamsinar telah mencabut gugatan dengan alasan yang bersangkutan diduga telah mendapat intimidasi dari orang tidak dikenal agar tidak meneruskan gugatan tersebut. Pencabutan gugatan itu didasari atas faktor kejiwaan dan psikologis kliennya.
Kliennya, Andi Zakiyah menyebut proses penangkapan suaminya saat itu, oleh petugas tidak menunjukkan surat penangkapan. Bahkan status usai ditahan 21 hari di Polda Sulsel tidak ada kejelasan. "Kami mengajukan praperadilan ini berkaitan proses penangkapan dan penahanan mereka tidak sesuai KUHP. Hingga habis masa penahanan 21 hari tidak ada surat atau statusnya apa, makanya kita gugat," tutur Abdullah.
Pihaknya akan menerima apapun putusan pengadilan karena sidang praperadilan tidak ada tingkat banding. Apabila gugatan diterima, maka Muslimin J dibebaskan. Namun apabila ditolak, maka tentu masuk dalam pokok perkara persidangan di Jakarta bersama tersangka lainnya.
Sebelumnya, Densus 88 Anti Teror Mabes Polri menangkap keduanya dari hasil pengembangan jaringan pelaku bom bunuh diri dilakukan pasangan suami istri L dan YSR, di Gereja Katedral Makassar pada Minggu, 28 Maret 2021.
Keduanya diduga ikut terlibat jaringan teroris kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) bermarkas di kompleks Villa Biru Mutiara, Kecamatan Biringkanaya, Makassar, tempat pelaku bom bunuh diri mengikuti kajian. Muslimin disebut terpantau pernah ikut kajian di tempat itu sebelum diciduk aparat pada awal Januari 2021.
Baca juga: Densus 88 Tangkap 4 Terduga Teroris Jaringan JAD di Jawa Barat