TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai usulan agar calon Panglima TNI dekat dan cocok dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto merupakan usulan yang konyol.
“Usulan yang konyol, naif, dan mengabaikan fakta normatif bahwa TNI tidaklah subordinat Kementerian Pertahanan sepenuhnya,” kata Kahirul kepada Tempo, Jumat, 9 Juli 2021.
Khairul mengatakan dalam hal pengerahan dan penggunaan kekuatan, Panglima TNI hanya tunduk dan patuh pada komando panglima tertinggi, yaitu Presiden. “Jadi poin yang terpenting selain kapabilitas adalah komitmen dan loyalitas tanpa reserve pada Presiden, bukan kecocokan dengan Menhan,” ujarnya.
Menurut Khairul, hubungan antara panglima dan presiden justru harus bersifat langsung dan bebas hambatan atau tanpa pihak ketiga.
Ia menjelaskan dalam hal pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden. Sementara dalam kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi, TNI berada di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan.
Idealnya, kata Khairul, siapapun yang menjabat Menteri Pertahanan dan Panglima TNI, mereka harus mau dan mampu bekerja sama di bawah perintah dan arahan Presiden. “Jangan dibalik, presiden sebagai pemegang komando tertinggi malah diminta mencari panglima TNI yang kriterianya cocok dengan Menhan,” katanya.
Soal kriteria calon Panglima TNI, Khairul menyarankan agar fokus saja pada kepentingan Presiden Jokowi menyukseskan visi misinya membangun postur pertahanan dan kekuatan militer yang mumpuni, untuk menghadapi bentuk-bentuk ancaman dan tantangan dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Soal harmonisasi antar lembaga, Khairul meyakini Presiden Jokowi akan punya pertimbangan dan solusinya sendiri. “Toh, siapapun yang ditunjuk Presiden dan disetujui oleh parlemen, saya kira tak akan ada resistensi terhadapnya,” kata Kahirul.
Baca juga: LHKPN Calon Panglima TNI, Siapa Lebih Tajir? Andika Perkasa atau Yudo Margono
FRISKI RIANA