TEMPO.CO, Jakarta - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menggelar uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terhadap 33 calon duta besar pada pekan depan. Fit and proper test tersebut akan digelar pada Senin-Rabu, 12-14 Juli mendatang atau masih dalam masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat.
Anggota Komisi I DPR Dave Laksono mengatakan fit and proper test akan digelar dengan protokol kesehatan yang ketat. Ia mengatakan, hanya satu pimpinan komisi dan satu perwakilan dari sembilan fraksi yang akan hadir secara fisik di lokasi.
"Anggota hanya sepuluh orang termasuk pimpinan, staf sangat terbatas baik dari DPR maupun dari Kementerian Luar Negeri," kata Dave ketika dihubungi, Kamis, 8 Juli 2021.
Sebelumnya, Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid lewat akun Twitternya mengatakan, jadwal fit and proper test diputuskan dalam rapat internal Komisi I pada Selasa, 6 Juli. Ia mengatakan fit and proper test tersebut penting demi mengisi kekosongan perwakilan diplomasi.
"Mengingat pentingnya untuk mengisi kekosongan perwakilan di masa pandemi untuk efektivitas diplomasi luar negeri, maka Komisi I memutuskan melaksanakan fit and proper test pada masa sidang ini," cuit Meutya.
Meutya mengatakan ada 33 calon duta besar yang akan dibagi ke dalam enam sesi rapat, yakni Amerika Serikat, Australia, Korea Selatan, Arab Saudi, dan India. Menurut politikus Golkar ini, agenda uji kelayakan tersebut berdasarkan hasil komunikasi dengan Kementerian Luar Negeri.
"Bahwa seluruh 33 calon duta besar telah siap dan yang dari mancanegara sudah berada di Jakarta dan karantina," tulis Meutya.
Presiden Joko Widodo sebelumnya telah mengusulkan 33 calon duta besar untuk negara sahabat dan organisasi internasional melalui surat tertanggal 4 Juni 2021. Dari 33 nama, sebanyak 11 di antaranya merupakan calon dubes dari jalur non-karier.
Beberapa nama calon duta besar non-karier di antaranya mantan juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman (Kazakhstan), mantan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Rosan P. Roeslani (Amerika Serikat), politikus Golkar Rudy Alfonso (Portugal), politikus PDI Perjuangan Zuhairi Misrawi (Tunisia), politikus Partai Persatuan Pembangunan Lena Maryana Mukti (Kuwait), dan lainnya.
Penunjukan calon duta besar Indonesia untuk negara sahabat sempat menuai sorotan. Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Bivitri Susanti mengatakan penunjukan calon dubes Indonesia ini menjadi alat bagi-bagi jabatan sekaligus akumulasi keuntungan kelompok oligarki.
Ia menyoroti adanya orang-orang yang merupakan bagian dari kelompok oligarki dalam daftar calon duta besar yang ditunjuk Presiden Joko Widodo.
"Baru saja agak heboh di berbagai Whatsapp group, soal bagaimana bagi-baginya bahkan untuk jabatan duta besar," kata Bivitri dalam sebuah webinar pada Ahad, 27 Juni 2021.
Bivitri mengatakan, ada nama-nama yang menjadi bagian dari kelompok oligarki dalam daftar tersebut. "Kita tahu persis tidak usah disebut nama, ada beberapa di situ yang memiliki perusahaan atau terkait dengan perusahaan, organisasi pengusaha dan sebagainya. Ya dibagi-bagi jabatan itu," kata Bivitri.