INFO NASIONAL –Validitas dan akurasi data kemiskinan dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sangat diperlukan demi meningkatkan ketepatan sasaran dalam penyaluran bantuan. Memastikan hal tersebut, Menteri Sosial Tri Rismaharini memimpin langsung proses pemutakhiran data.
Langkah pertama dilakukan Risma dengan menggelar rapat koordinasi bersama Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara), dan sebagainya.
Penguatan akurasi data juga dilakukan dengan dukungan teknologi digital. “Dengan (dukungan perangkat) elektronik ke depannya bisa lebih cepat lagi. Tinggal di klik saja,” kata Risma di Jakarta, Rabu, 7 Juli 2021.
Penggunaan perangkat digital membuat pengawasan dalam penggunaan anggaran lebih mudah. “Dengan bantuan elektronik bisa memonitor peta dan perilaku seseorang. Makanya, upaya pengawasan pun dilakukan secara elektronik,” katanya.
Sebagaimana diketahui, pemutakhiran DTKS harus dilakukan terus-menerus, karena ada warga yang berpindah alamat, meninggal, atau tingkat kesejahteraan yang berubah.
Semua langkah ini dijlankan Risma untuk memastikan kesiapan Kemensos dalam mendukung kebijakan pemerintah mengantisipasi pemberlakukan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
Kemensos bersama sejumlah instansi lain, berada pada klaster perlindungan sosial dengan menyediakan bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat terdampak. Ia memastikan, data penerima bansos sudah siap sejak pekan lalu.
Untuk meningkatkan daya beli masyarakat selama PPKM Darurat, ada tiga jenis bansos, yakni Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)/Kartu Sembako dan Bantuan Sosial Tunai (BST).
Sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo, untuk PKH yang menjangkau 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) pencairannya dimajukan pada triwulan ketiga di bulan Juli. BPNT/Kartu Sembako dari semula menjangkau 15,93 juta KPM, ditingkatkan jangkauannya untuk 18,8 juta KPM dengan indeks Rp 200 ribu/KPM/bulan.
Kemudian untuk BST yang menjangkau 10 juta KPM, disalurkan selama dua bulan yakni Mei dan Juni, dan dibayarkan sekaligus dua bulan pada Juli. Indeks BST sebesar Rp 300 ribu/KPM/bulan. KPM BST adalah masyarakat terdampak pandemi yang sudah masuk dalam DTKS, yang tidak menerima PKH dan BPNT/Kartu Sembako.
Pemerintah mengalokasikan Rp 13,96 triliun bagi 10 juta penerima KPM PKH, Rp 45,12 triliun untuk 18,8 juta penerima KPM BPNT/Kartu Sembako, dan Rp 6,1 triliun bagi 10 juta penerima KPM BST.
Mengutip Kepmensos No. 161/HUK/2020 tentang Pelaksanaan Bantuan Sosial Tunai dalam Penanganan Dampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 tahun 2021, data penerima BST merupakan usulan pemerintah daerah kab/kota, dan dari sumber data lain (yakni dari Ditjen Rehsos, kementerian/lembaga, lembaga kesejahteraan sosial, organisasi masyarakat berbadan hukum).
PKH dan BPNT/Kartu Sembako merupakan bansos reguler dalam rangka menurunkan angka kemiskinan. Penyaluran bantuan PKH dan BPNT/Kartu Sembako dilakukan secara non tunai melalui jaringan Himbara. Adapun BST merupakan bansos khusus yang disalurkan melalui jaringan PT Pos Indonesia.
Kebijakan terbaru Kemensos lainnya adalah menyalurkan bantuan beras kepada KPM PKH dan BST sebesar 10 Kg/KPM. Penyaluran bantuan dilakukan melalui jaringan Perum Bulog yang tersebar di seluruh tanah air. Dengan bantuan beras, diharapkan masyarakat miskin terdampak pandemi tercukupi kebutuhan pokoknya.
Kemensos juga telah menyalurkan berbagai bantuan lain, termasuk telur matang untuk memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat, tenaga kesehatan dan relawan, sehingga mereka diharapkan dapat meningkatkan daya tahan tubuhnya. (*)