TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Satuan Tugas Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif Andre Dedy Nainggolan mengatakan masih banyak yang belum terungkap dalam penanganan kasus korupsi bantuan sosial Covid-19. Dia mengatakan uang suap Rp 32 miliar yang didakwakan diterima oleh eks Menteri Sosial Juliari Batubara, baru ‘uang rokok’ dari skandal korupsi bansos.
“Dalam tanda kutip itu sekedar uang rokok untuk operasional kepada pejabat di Kementerian Sosial dan Menteri Sosial,” kata Andre dalam diskusi Indonesia Corruption Watch, Selasa, 6 Juli 2021.
Andre menggunakan istilah uang rokok untuk duit miliaran rupiah guna menggambarkan masifnya korupsi bansos, dibandingkan yang berhasil diungkap oleh timnya. Dia mengatakan total anggaran untuk penyediaan bansos sebesar Rp 6,8 triliun. Sementara, uang yang diduga diterima oleh Juliari dkk hanya sekitar 0,5 persen dari total anggaran tersebut.
Padahal, kata dia, timnya menemukan data yang mengindikasikan bahwa nilai sembako yang disalurkan ke masyarakat disunat hampir setengah dari total Rp 270 ribu per paket. Dia mengatakan ada salah satu perusahaan hanya menyediakan bansos dengan nilai Rp 170 ribu per paket. Dari data itu, dia mengasumsikan ada Rp 90 ribu uang negara yang menguap dari setiap paket bansos. Bila nilai itu dikalikan dengan total paket bansos, maka nilai kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 2 triliun.
“Bisa dibilang saya sebenarnya masih berhutang mengungkap itu,” kata Andre. Andre tak bisa lagi menyidik perkara ini, karena didepak lewat tes wawasan kebangsaan.
Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Menteri Sosial Juliari Batubara menerima suap sebesar Rp 32,4 miliar dari para pengusaha yang menggarap proyek pengadaan bantuan sosial untuk penanganan Covid-19. Uang pelicin itu diduga diberikan kepada Juliari terkait dengan penunjukan sejumlah perusahaan penggarap proyek bansos Covid-19 di antaranya yaitu PT Pertani, PT Mandala Hamonganan Sude, dan PT Tigapilar Agro Utama.
Namun sebenarnya dalam penyediaan bansos ada sekitar 109 perusahaan yang ditunjuk untuk menyediakan bansos. Andre mengatakan ada dugaan bahwa paket yang dikerjakan oleh perusahaan lainnya itu sebenarnya dikuasai oleh pejabat lain, selain Juliari dan pejabat di Kemensos.
Andre juga mengatakan banyak perusahaan itu tidak memiliki kompetensi dalam penyediaan sembako. Bahkan ada beberapa perusahaan yang baru muncul saat proyek pengadaan bansos berjalan. Sehingga, mereka kembali menunjuk subkontraktor untuk menyediakan barang. “Uang suap yang diterima Juliari Batubara itu diduga baru sebagian kecil,” kata dia.