TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bareskrim Mabes Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto mengatakan akan meminta marketplace untuk take down toko-toko penjual obat di atas harga eceran tertinggi.
“Untuk yang sudah terlanjur pasang secara online akan kita minta di-take down,” kata Agus dalam pesan singkatnya, Sabtu, 3 Juli 2021.
Kementerian Kesehatan telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk 11 obat yang umum digunakan selama masa pandemi Covid-19. Keputusan ini tertuang dalam surat keputusan Menkes nomor HK.1.7/Menkes/4829 tahun 2021 yang ditandatangani 2 Juli 2021.
"Kelihatan harga obat mulai tidak teratur, dinaik-naikan," ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, dalam konferensi pers daring, Sabtu, 3 Juli 2021.
Salah satu contohnya, adalah kenaikan harga obat Ivermectin hingga puluhan ribu. Padahal, harga aslinya tidak lebih dari Rp 10 ribu.
Berikut harga eceran tertinggi 11 obat yang ditetapkan Kemenkes.
1. Tablet favipiravir 200 mg tablet Rp 22.500
2. Remdesivir 100 mg vial Rp 510 ribu
3. Oseltamivir 75 mg kapsul Rp 26 ribu
4. Intravenous Immunoglobulin 5 persen 50 ml vial Rp 3.262.300
5. Intravenous Immunoglobulin 10 persen 25 ml vial Rp 3.965.000
6. Intravenous Immunoglobulin 10 persen 50 ml vial Rp 6.174.000
7. Ivermectin 12 mg tablet Rp 7.500
8. Tocilizumab 400 mg/20 ml vial Rp 5.710.600
9. Tocilizumab 80 mg/4 ml vial Rp 1.162.200
10. Azithromycin 500 mg table Rp 1.700
11. Azithromycin 500 mg vial Rp 95.400
Luhut mengatakan patokan harus dibuat agar harga tidak memberatkan masyarakat. Harga eceran tertinggi ini berlaku di apotek, instalasi farmasi, klinik, rumah sakit, dan faskes di seluruh Indonesia. "Jangan sampai ada yang mati karena harga obat mahal," kata Luhut.