INFO NASIONAL - Pemerintah Kota Malang berkomitmen melestarikan cagar budaya yang disinergikan dengan pengembangan pariwisata. Komitmen itu tertuang dalam program Malang City Heritage sebagai satu dari enam komponen The Future of Malang. Lima komponen lainnya ialah Malang Creative, Malang Halal, Malang Service, Malang Nyaman dan Malang 4.0.
Wali Kota Malang, Sutiaji, menetapkan 32 objek sebagai bangunan cagar budaya berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2018, termasuk kawasan Kayutangan. Kawasan ini memiliki nilai historis sebagai pusat bisnis di tengah kota pada masa kolonial. Hingga saat ini, keaslian dan kekayaan bangunan di kawasan itu masih dipertahankan.
Baca Juga:
Sutiaji bahkan menyebut Kayutangan sebagai ‘ibu kota’ heritage atau warisan Malang Raya. “Kalau Yogyakarta punya Malioboro, Semarang punya Kota Lama, maka Kota Malang menyiapkan kawasan Kayutangan sebagai daya tarik kota,” kata dia.
Kayutangan terletak di sebelah barat Balai Kota Malang dan terbentang di Jalan Basuki Rahmat dengan banyak bangunan bersejarah seperti Gedung PLN Kota, Gedung Kembar Rajabali, Patung Chairil Anwar, Gereja Hati Kudus Jesus, maupun Gedung Societeit Concordia (sekarang Sarinah).
“Orang Malang dulu jika berjalan jalan sering menyebut kawasan ini sebagai Sekabrom (Semeru-Kayutangan Bromo), merujuk pada nama daerah di sekitar Kayutangan,” kata Sutiaji.
Baca Juga:
Daya tarik kawasan Kayutangan semakin kuat dengan keterlibatan warga setempat yang mendirikan Kampoeng Heritage Kajoetangan. Wilayah itu meliputi 4 rukun warga (RW) di Kelurahan Kauman, yakni RW 1, 2, 9, dan 10. Didampingi komunitas Malang Heritage Community, kampung itu diresmikan pada 22 April 2018.
Ketua Kelompok Sadar Wisata Kayutangan, Mila Kurniawati menuturkan, berdasarkan cerita turun temurun Presiden Soekarno acap mampir ke Kayutangan di sela sidang Komite Nasional Indonesia Pusat pada 25 Februari - 5 Maret 1947 di Gedung Societeit Concordia yang diubah namanya kala itu menjadi Gedung Rakyat.
Ada lima jenis wisata heritage yang ditawarkan oleh Kampoeng Kajoetangan. Pertama, wisata situs bangunan. Di kawasan ini terdapat lebih dari 20 bangunan antik, antara lain rumah tertua yang dibangun pada 1870, Rumah Namsin, Rumah Batik dan Rumah Jengki. Di Kayutangan juga terdapat rumah sutradara film Indonesia, Nya’ Abbas Akup, yang terkenal dengan film Inem Pelayan Sexy.
Kedua, wisata situs religi yang mencakup makam Mbah Honggo dan Mbah Suryo. Mereka adalah penyebar Islam di Malang dan pejuang kemerdekaan. Lantas, ada kegiatan eksplorasi sungai dan jelajah terowongan yang berlokasi di pintu rolak (saluran irigasi jaman kolonial yang masih berfungsi, dan terowongan jaringan drainase era kolonial.)
Lalu tentu saja, wisata belanja dengan sasaran Pasar Krempyeng sebagai sentra usaha mikro, kecil, dan menengah Kayutangan. Wisata terakhir adalah wisata event yang rutin digelar minimal dua kali setahun. Kegiatan yang dirancang warga tersebut menyajikan suasana tempo dulu mulai dari jajanan, musik, pakaian tradisional, hingga oleh-oleh.
“Pengembangan kawasan heritage dilakukan secara padat karya dan padat ide,” ucap Sutiaji. Menurut dia, Pemerintah Kota Malang bersama warga dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat makin serius menata kawasan koridor dan kampung sejak 2019 yang terus berjalan di tengah tekanan pandemi.
Ia mengungkapkan, penataan kawasan Kayutangan terbagi dalam tiga zona, yakni zona 1 dan 2 mulai dari Gedung PLN sampai Kampung Kayutangan yang dibangun menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan zona 3 mulai dari Kampung Kayutangan sampai Gereja Hati Kudus yang dibangun menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Malang.
Suriaji menyebutkan, penataan yang dilakukan meliputi penataan jalur pedestrian, penyiapan prasarana jaringan utilitas bawah tanah, lampu jalan tematik, penguatan titik-titik heritage, proteksi kebakaran, jalan inspeksi tematik, penanda kawasan, serta elemen tempat duduk dan taman.
“Diharapkan dengan sinergi ini tercapai tujuan pelestarian kawasan bersejarah sekaligus pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat. Tidak hanya merawat kenangan, namun juga menyemai masa depan,” kata Sutiaji.(*)