TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki meminta lembaga tersebut turun menginvestigasi putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Pinangki Sirna Malasari.
Sebelumnya, melalui putusan banding, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memangkas vonis terpidana kasus Djoko Tjandra ini, dari semula 10 tahun, menjadi empat tahun penjara.
Padahal, dalam perkara ini, ia terbukti melakukan tiga perbuatan pidana. Yaitu terbukti menerima suap sebesar US$ 500 ribu dari terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra. Selain itu, ia terbukti melakukan pencucian uang senilai US$ 375.279 atau setara Rp 5.253.905.036,00. Uang tersebut adalah bagian dari uang suap yang diberikan Djoko Tjandra.
"Periksa itu putusan PN untuk melihat apakah ada yang keliru yang kelak kira-kira di Pengadilan Tinggi diapakan hakim di sana. Nah kalau tidak hal yang janggal dalam putusan PN, mulai dari dakwaan jaksa, lalu ketika di Pengadilan Tinggi muncul pertimbangan yang aneh, maka patut diduga ada sesuatu yang tidak betul," kata Suparman melalui diskusi daring pada Ahad, 27 Juni 2021.
Selanjutnya, Suparman juga meminta KY memeriksa rekam jejak hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Tak hanya secara profil, tetapi juga putusan-putusan terdahulu. "Lalu, lakukan investigasi terhadap hakim-hakim bersangkutan," ucap dia. Sehingga, kata dia, nantinya bisa dilihat apakah putusan yang memangkas hukuman penjara Pinangki tersebut rasional atau tidak.
Selain itu, Suparman menyatakan sejak awal penanganan kasus Pinangki Sirna Malasari oleh Kejaksaan Agung, sudah salah. Menurut dia, konflik kepentingan dalam kasus ini tidak dilihat sebagai masalah.
"Dulu saya dan sebagian besar orang berharap kasus ini (Pinangki) tidak ditangani di Kejaksaan Agung, tapi ditangani oleh institusi yang independen, oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) lah yang paling tepat. Itu kalau punya iktikad supaya clear," ujar dia.
Baca juga: Kejaksaan Agung Luruskan Pernyataan Soal Negara Dapat Mobil dari Pinangki