TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Perhimpunan Dokter Muda Indonesia (PDMI) Norman S bercerita ribuan dokter lebih tepatnya sekitar 2.700 dokter tak bisa menjadi relawan Covid-19 karena aturan dan birokrasi. Tidak adanya sertifikat profesi dianggap menjalani penghalangnya.
"Kita hitung 2.700 yang tercatat, yang tak tercatat itu lebih banyak," kata Norman S, Wakil Ketua Umum PDMI, saat dihubungi Sabtu, 26 Juni 2021.
Saat ini, PDMI sedang mengupayakan jalan keluar misalnya dengan revisi Undang-Undang Pendidikan Dokter. Selain itu, ia juga mengusulkan adanya cara lebih cepat, yakni mengeluarkan Peraturan Menteri untuk membuka jalan buntu bagi dokter muda yang ingin mengabdi di saat pandemi Covid-19.
"Kami menawarkan diri ke Menteri Kesehatan, Kami sudah bersurat juga ke Kementerian Kesehatan," kata Norman.
Norman bercerita sejak 2013 lalu, saat Undang-Undang 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran disahkan pemerintah. Berdasarkan Pasal 36, untuk menyelesaikan program profesi dokter, Mahasiswa harus lulus uji kompetensi yang bersifat nasional sebelum mengangkat sumpah dokter.
"Hal ini membuat ijazah tertahan. Dan regulasi yang dipersulit. Makanya ingin melayani menjadi sulit," kata Norman.
Padahal, Norman mengatakan sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 15 tahun 2017 dan putusan MK nomor 80, sudah memutuskan bahwa syarat uji kompetensi untuk mendapatkan sertifikat profesi dan sertifikat kompetensi itu tidak dibenarkan. Sertifikat profesi, kata dia, seharusnya bisa diberikan sebelum uji kompetensi.
Urusan birokrasi yang sulit ini menurut Norman banyak menyulitkan banyak mahasiswa. Karena sertifikat profesi yang setara ijazah itu tak kunjung keluar, maka otomatis mahasiswa tetap harus membayar uang SPP kampus, meski pendidikan telah selesai.
Baca: Update Vaksinasi Covid-19 Per 26 Juni: 13 Juta Orang Sudah 2 Kali Disuntik