TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan menilai Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia 2021-2025 masih perlu diperkuat.
"Oleh karena itu, Komnas Perempuan mendorong pelaksanaan Rencana aksi HAM ini dilengkapi dengan 15 agenda aksi prioritas untuk diintegrasikan dalam empat agenda pemajuan hak-hak konstitusional perempuan," ujar Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani lewat keterangan tertulis, Sabtu, 26 Juni 2021.
Pertama, agenda upaya pencegahan dan penanganan kebijakan yang diskriminatif di tingkat nasional dan daerah. Untuk agenda ini, Komnas Perempuan mendorong Kementerian Dalam Negeri membatalkan kebijakan kepala daerah yang bersifat diskriminatif berbasis gender. Selain itu, juga menguatkan kapasitas perancang kebijakan di tingkat nasional dan daerah untuk memastikan peraturan perundang-undangan yang dibentuk akan kondusif bagi upaya penghapusan diskriminasi.
Kedua, dalam agenda optimalisasi pemenuhan hak dan layanan bantuan hukum bagi perempuan berhadapan dengan hukum, Komnas menilai aksi pemantapan pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Terpadu dalam Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan (SPPT PKKTP) sangat krusial.
"0ptimalisasi pemenuhan hak dan layanan bagi perempuan korban juga perlu dilengkapi dengan langkah legislasi, terutama dengan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual," ujar Andy.
Masih dalam agenda yang sama, penguatan jaminan hukum untuk mencegah penyiksaan terhadap perempuan yang berhadapan dengan hukum dinilai perlu dilakukan melalui pengesahan Optional Protocol dari Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (OPCAT). Juga, melalui revisi KUHAP dan KUHP.
Ketiga, pada agenda perlindungan bagi perempuan pekerja, Komnas mendorong agar implementasi Rencana Aksi HAM ini juga menargetkan pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang telah tertunda selama 17 tahun dan pemantauan pelaksanaan UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia maupun pada UU Ketenagakerjaan serta mengambil langkah-langkah korektif atas persoalan yang ada.
Keempat, dalam agenda meningkatkan akses perempuan dalam situasi khusus, Komnas mendorong kelompok rentan yang disasar perlu diperluas untuk juga mencakup perempuan lansia yang jumlahnya semakin banyak.
"Pelaksanaan Rencana Aksi HAM juga perlu ditautkan dengan pelaksanaan Rencana Aksi Penanganan Konflik Sosial, sehingga memuat perhatian pada pemenuhan akses keadilan bagi perempuan korban konflik sosial, terutama yang rentan diskriminasi berlapis," ujar Andy.
Mengingat konflik sosial kerap terjadi akibat konflik agraria dan tata kelola ruang yang mengabaikan hak-hak masyarakat adat, maka Komnas mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat.
Komnas Perempuan juga mendorong adopsi agenda penuntasan pelanggaran HAM masa lalu sebagai salah satu aksi penting dalam meningkatkan akses perempuan pada pelayanan publik, penghidupan yang bermartabat dan menguatkan kohesi sosial.
Baca juga: Perpres Rencana Aksi HAM yang Diteken Jokowi Dinilai Mengecewakan