TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 74,7 persen publik menilai jabatan Presiden RI tetap harus dipilih oleh rakyat dan bertanggung jawab kepada pada rakyat. Hal ini terungkap dari hasil sigi Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), soal sikap publik terhadap amandemen presiden dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), pada Ahad, 20 Juni 2021.
Survei itu memberikan dua pilihan. Pertama responden ditanya apakah setuju bila 'Presiden bekerja menurut garis-garis besar haluan negara (GBHN) yang ditetapkan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan karena itu presiden harus bertanggung jawab pada MPR'.
Kedua apakah mereka setuju 'Presiden bekerja sesuai dengan janji-janjinya kepada rakyat pada masa kampanye pemilihan presiden dan harus bertanggung jawab pada rakyat karena presiden dipilih oleh rakyat'.
Hasil sigi menunjukkan sebanyak 74,7 persen responden lebih setuju dengan pertanyaan kedua. 6,9 persen responden memilih tidak menjawab.
"Hanya 18,4 persen yang setuju pendapat bahwa Presiden bekerja menurut GBHN dan bertanggung jawab pada MPR," tulis hasil survei tersebut.
Survei SMRC dilakukan pada 21-28 Mei 2021. Pengambilan sampel secara random (multistage random sampling) terhadap 1220 responden. Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 1072 atau 88 persen. Margin of error sebesar ± 3.05 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Belakangan, isu amandemen terhadap unsur-unsur pokok dalam presidensialisme atau sistem pemerintahan presidensial kembali mencuat. Salah satu wacana yang muncul, adalah mengubah sistem pemilihan presiden, dari pemilihan langsung oleh rakyat, menjadi dipilih oleh MPR. Hal ini akan membuat Presiden RI bertanggung jawab langsung pada MPR, bukan pada rakyat. MPR pun dapat memberhentikan presiden kapan saja bila dinilai perlu.
Baca juga: Sejumlah Menteri dan Eks Pejabat Diduga Rancang Jokowi 3 Periode