TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, Muhaimin Iskandar, menolak rencana penerapan pajak atau PPN pendidikan.
Menurut Muhaimin, penerapan pajak untuk mencari ilmu pengetahuan tersebut tak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Khususnya, mengenai tujuan bernegara yang salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. “Ini memberatkan, dan tentunya harus ditolak,” ujarnya dalam keterangan pers, Selasa, 15 Juni 2021.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ini juga menyoroti wacana penerapan pajak pendidikan yang tak sesuai dengan salah satu amanat reformasi dalam amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Yakni, Pasal 31 ayat 4 yang mengatur anggaran pendidikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara.
Padahal, kata dia, maksud dari aturan itu adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan meringankan beban biaya pendidikan masyarakat. “Kok ini malah mau dikenai pajak, ya kan jelas tidak sesuai,” ucap Muhaimin Iskandar.
Selain itu, Muhaimin juga membandingkan penerapan pajak pendidikan ini dengan pelonggaran pajak terhadap pembelian mobil. Pemerintah, sebelumnya memperpanjang kebijakan insentif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).
Dampak aturan tersebut, 100 persen pajaknya ditanggung oleh pemerintah. Karena itu, menurut dia, pemerintah perlu melakukan evaluasi serta mengkaji dampak penerapan insentif PPnBM dan melakukan perbandingan dengan penerapan pajak pendidikan. “Agar bisa mengambil keputusan yang berdampak besar terhadap perekonomian Indonesia,” katanya.
Sebelumnya, pemerintah berencana merevisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam aturan yang ada, pendidikan seperti sekolah sama sekali tak dikenakan pajak karena masuk dalam kategori bebas PPN. Adapun dalam dokumen revisi yang bocor ke publik, menghapus pendidikan sebagai jasa yang tidak dikenai PPN. Rencana pemberlakuan PPN Pendidikan ini pun menuai polemik.
Baca juga: PPN Pendidikan, Waspadai Komersialisasi dan Ancaman Putus Sekolah