TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid berharap pembahasan revisi UU ITE atau Undang-undang Nomor 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tidak berjalan berlarut-larut saat sudah masuk ke parlemen. Sebab, revisi tersebut hanya untuk beberapa pasal saja yang diusulkan pemerintah.
"Ini (revisi UU ITE) adalah inisiasi pemerintah, terserah pemerintah mau kirim kapan ke DPR, kami siap. Saya maksud cepat itu ketika masuk di DPR, saya harapkan tidak berlarut-larut karena hanya terbatas," ujar Meutya, Kamis, 10 Juni 2021.
Ia membuka opsi bila pemerintah serius ingin revisi kedua UU ITE. Menurut dia, Komisi I hanya menunggu pemerintah mengajukan naskah rancangan perubahan UU.
Politisi Partai Golkar itu menilai masih terbuka peluang apabila revisi UU ITE dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2021. Sebab, di pertengahan tahun biasanya dilakukan evaluasi Prolegnas sehingga revisi UU ITE bisa diusulkan untuk masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021.
"Prolegnas itu ditentukan oleh pemerintah dan DPR, nanti pemerintah akan masukkan (naskah rancangan perubahan UU ITE), silakan saja. Mungkin di tengah (tahun 2021) ada revisi Prolegnas, itu masih memungkinkan," kata Meutya Hafid.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud Md, menyatakan revisi terbatas pada UU ITE untuk menghilangkan multitafsir.
"Itu semua untuk menghilangkan multitafsir, menghilangkan pasal karet dan menghilangkan kriminalisasi," ujar Mahfud. Pasal-pasal yang akan direvisi, yakni pasal 27, pasal 28, pasal 29, dan pasal 36 serta pasal 45C.
Menurut Mahfud Md, revisi terhadap pasal-pasal merupakan masukan dari masyarakat. Namun, perubahan itu tak otomatis mencabut secara keseluruhan UU ITE.
Baca juga: Menkumham Yasonna Janji Revisi UU ITE Bakal Selesaikan Polemik Pasal Karet