TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty International Indonesia merespon pernyataan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat menolak untuk mencabut Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021 tentang Hasil Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan. Alex menyebut SK tersebut sudah sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik (good governance).
"Pimpinan KPK harus belajar tentang prinsip duty of care," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, 3 Juni 2021.
Menurut dia setiap pimpinan wajib menghormati dan melindungi hak-hak anggotanya, termasuk memperlakukan bawahannya secara setara. "Duty of care mewajibkan pimpinan KPK bersikap hati-hati," kata dia.
Sebelumnya, tujuh dari 75 pegawai yang dinyatakan tak lolos dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) mengirimkan surat keberatan ke Pimpinan KPK. Beberapa orang terlibat di dalamnya, termasuk Direktur Pembinaan Jaringan Antarkomisi KPK Sujanarko.
Tapi, surat itu ditolak pimpinan KPK. "Pimpinan KPK tidak dapat memenuhi permintaan saudara Sujanarko dkk untuk mencabut Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 tanggal 7 Mei 2021," kata Alex.
Usman berujar bahwa prinsip good governance seharusnya mengikuti prinsip transparansi dan kesetaraan. Lalu, menjunjung tinggi hak asasi manusia, termasuk di antaranya hak atas kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan keyakinan.
Prinsip tersebut dinilai tidak terjadi di TWK. "Apa yang transparan dari proses TWK? Hak asasi apa yang dipenuhi? Semua prinsip good governance justru ditabrak," kata dia.
Sehingga, Usman Hamid menilai kondisinya sangat ironis ketika pimpinan KPK menolak untuk membatalkan surat keputusan penonaktifan 75 pegawai KPK dengan alasan good governance. "Itu manipulatif. Keputusan pimpinan KPK itu cermin tata kelola kelembagaan yang buruk, bad governance," kata dia.
FAJAR PEBRIANTO
Baca Juga: Pelantikan Pegawai KPK Menjadi ASN di Tengah Polemik KPK